Jayapura, Jubi – Masyarakat adat Kuri di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat meminta PT Wijaya Sentosa segera menyelesaikan masalah penyerobatan hutan sakral mereka. Kasus penyerobotan hutan sakral di kawasan hutan Dusner, Distrik Kuri Wamesa itu terjadi saat para pekerja PT Wijaya Sentosa membuat jalan untuk penebangan kayu di areal konsesi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam PT Wijaya Sentosa.
Tokoh masyarakat adat Kuri, Sander Werbete mengatakan PT Wijaya Sentosa memang telah menyatakan akan bertanggung jawab terhadap penyerobotan hutan sakral itu. Akan tetapi, hingga kini masyarakat adat Kuri dan manajemen PT Wijaya Sentosa belum mencapai kata sepakat tentang masalah itu.
“Belum ada titik terang [antara] kami di sini dengan perusahan,” kata Werbete saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Jumat (27/5/2022).
Werbete menyampaikan masyarakat adat Kuri telah menyiapkan tuntutan yang akan diserahkan kepada pihak PT Wijaya Sentosa. Masyarakat adat Kuri menuntut perusahan harus membayar denda sesuai sanksi hukum adat, namun Werbete tidak menyebutkan nilai denda yang diminta. “Kami mau perusahan bayar sesuai sanksi adat,” ujarnya.
Werbete menyampaikan masyarakat adat Kuri telah menyurati Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Papua Barat. Mereka meminta Dinas KLH Papua Barat memfasilitasi pertemuan antara masyarakat adat dan manajemen PT Wijaya Sentosa.
Jika manajemen PT Wijaya Sentosa tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membayar denda adat itu, Werbete menyatakan pihaknya akan membawa PT Wijaya Sentosa ke ranah hukum. “Kami mau ada pertemuan dulu antara masyarakat adat dengan perusahaan. Kalau tidak ada respon, kita bicara sesuai aturan yang ada,” katanya.
Jubi sudah berusaha menghubungi Kepala Humas PT Wijaya Sentosa, Marto untuk meminta tanggapan baru atas tuntutan masyarakat adat Kuri itu. Hingga berita ini diturunkan, permintaan wawancara Jubi belum ditanggapi.
Sebelumnya, pada 17 Mei 2022, Marto menyampaikan bahwa pihaknya melakukan kesalahan karena telah menyerobot hutan sakral masyarakat adat di kawasan hutan Dusner, Distrik Kuri Wamesa. Ia menyatakan pihaknya tidak mengambil kayu di dalam hutan sakral, namun hanya membuka jalan guna melakukan penebangan di area konsesi milik perusahaan.
“Fakta di lapangan memang ada kesalahan, sesuai dengan apa yang masyarakat sampaikan. Kami memang harus mengakui demikian, bahwa operator tidak melihat batas yang dipasang, dan kami sudah tegur operatornya,” kata Marto.
PT Wijaya Sentosa memiliki Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA, dulu disebut Hak Pengusahaan Hutan atau HPH) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.33/Menhut-II/2013 tertanggal 15 Januari 2013. Luas konsesi PT Wijaya Sentosa itu mencapai 130.755 hektare, dan merupakan bekas konsesi HPH PT Wapoga Mutiara Timber Unit-I Teluk Wondama. (*)
Discussion about this post