Jayapura, Jubi – Advokat Gustaf R Kawer selaku kuasa hukum empat keluarga korban mempertanyakan hasil rekonstruksi pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika. Rekonstruksi itu dinilai Kawer janggal, dan justru menonjolkan peran Roy alias RMH sebagai pelaku, padahal Roy justru berstatus buron dan tidak mengikuti rekonstruksi yang berlangsung di Markas Kepolisian Resor Mimika pada 3 September 2022 itu.
Hal itu dinyatakan Kawer di Kota Jayapura, Rabu (7/9/2022). “Rekonstruksi pembunuhan versi aparat keamanan itu janggal sekali. Rekonstruksi itu versi dari pelaku, dan saksi tidak kelihatan sama sekali,” kata Kawer.
Kawer mengatakan rekonstruksi pada 3 September 2022 lalu memperagakan 40 adegan. Dari 40 adegan itu, hanya ada 10 adegan yang menunjukkan peranan para prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang diduga terlibat pembunuhan dan mutilasi itu. Kawer mempertanyakan rekonstruksi yang justru menonjolkan peranan Roy alias RMH, sementara Roy masih buronan dan tidak mengikuti rekonstruksi itu.
“Jadi cerita yang dibangun dalam rekonstruksi itu dari awal kejadian sampai akhir itu ada Roy. Tapi orangnya tidak ada dan tidak ikut dalam proses rekonstruksi,” kata Kawer.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Permukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Lemaniol Nirigi, Irian Nirigi, dan Atis Tini.
Kawer mengatakan bahwa rekonstruksi memperagakan versi pelaku tentang peristiwa sejak 19 Agustus 2022 hingga 24 Agustus 2022. Ia mempertanyakan mengapa rekonstruksi itu tidak menunjukkan peranan seorang mayor dan kapten dari Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang diduga terlibat pembunuhan dan mutilasi itu.
“Masa mereka tidak ditonjolkan dalam proses rekonstruksi? Roy yang ditonjolkan [peranannya dalam rekonstruksi itu], lebih dominan. Hingga saat ini kami belum ketahui ke mana Roy itu pergi. Dalam kasus rekonstruksi, seolah-olah Roy dijadikan pelaku tunggal pembunuhan dan mutilasi itu, padahal ada delapan anggota TNI di dalam [rangkaian peristiwa itu],” kata Kawer.
Kawer mengatakan proses rekonstruksi itu memperagakan salah satu korban, Arnold Lokbere berada di depan sebuah masjid pada pukul 22.00 WP. “Kami merasa aneh kalau kemudian orang di sekitar lokasi yang dinyatakan dalam rekonstruksi tidak mengetahui pembunuhan dan mutilasi itu,” ujarnya.
Kawer mendesakkan pembentukan tim independen untuk membongkar secara utuh kronologi dan rekonstruksi pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika itu. “[Perkara itu] sekarang dilimpahkan ke Polisi Militer dan polisi, akan disidangkan di peradilan umum dan peradilan militer sebagai kasus pidana umum,” kata Kawer.
Anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge juga mengatakan bahwa keluarga korban menilai rekonstruksi kasus pembunuhan dan mutilasi yang digelar di Markas Kepolisian Resor Mimika pada 3 September 2022 lalu janggal dan terkesan terburu-buru. “Pihak keluarga meminta DPR Papua agar kasus itu diinvestigasi oleh tim independen, serta pelaku pembunuh dan mutilasi ini dihukum mati,” kata Gwijangge.
Pada Senin (5/9/2022), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Papua menyampaikan bahwa rekonstruksi pada 3 September 2022 belum mengungkap secara utuh pembunuhan dan mutilasi yang terjadi pada 22 Agustus 2022. Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey juga mencatat bahwa sejumlah pelaku menolak memerankan adegan tertentu, sehingga peranan tertentu itu digantikan oleh orang lain.
Komnas HAM Papua juga menyatakan rekonstruksi pada 3 September 2022 itu memunculkan dugaan bahwa ada 2 prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo lain yang juga terlibat pembunuhan dan mutilasi, namun belum dijadikan tersangka. Akan tetapi, Komnas HAM Papua tidak menyebutkan nama ataupun pangkat kedua prajurit itu. (*)