Jayapura, Jubi – Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk mengatakan Pemerintah Provinsi Papua Tengah tidak pernah tinggal diam dengan kejadian belakangan ini, baik kasus rudapaksa terhadap dua perempuan yang dilakukan sekelompok pria, bersamaan dengan aksi unjuk rasa Anti Milterisme di kawasan Jayanti, Nabire, Jumat, 5 April 2024 maupun tertembaknya dua anak, Nando Duwitau (13) dan Nopina Duwitau (6), saat kontak tembak aparat keamanan dengan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Senin (8/4/2024).
Ribka Haluk di Kota Jayapura, Selasa (9/4/2024) mengatakan dua peristiwa itu mendapat perhatian serius dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Papua Tengah dengan mengunjungi para korban, memberikan bantuan hingga menanggung seluruh biaya rumah sakit bagi Nopina Duwitau.
“Jadi tidak benar jika ada tanggapan bahwa Pemprov Papua Tengah melakukan pembiaran terhadap dua kasus itu,” katanya.
Menrut Haluk pasca kejadian ia bersama Forkopimda merespon cepat dengan mengunjungi korban rudapaksa yang dirawat di rumah sakit, menjenguk satu korban anak kecil yang terkena lemparan batu dalam aksi unjuk rasa berujung ricuh tersebut.
“Tapi karena ada privasi yang perlu dijaga sehingga hanya ibu-ibu yang diizinkan masuk. Jadi tidak benar ada pembiaran,” katanya.
Menurut Haluk, kepadanya para korban bercerita tentang kronologis kejadian yang menimpa mereka dan keduanya dalam keadaan sadar saat bercerita.
Pasca kejadian, tambah Haluk, sampai saat ini situasi di kota Nabire, ibukota Provinsi Papua Tengah masih terpantau kondusif dan masyarakat beraktivitas seperti hari-hari biasanya.
“Memang ada kejadian itu, tapi tidak menyebar ke wilayah lain. Yang tidak aman hanya di daerah lokasi kejadian dan itu lokasinya sangat jauh dari pusat kota,” ujarnya.
Ia mengatakan juga merespon dengan cepat terkait aksi pembakaran sebuah rumah milik penjaga musala atau marbut yang dibakar orang pada hari yang sama dengan aksi unjuk rasa.
“Kita juga langsung mendatangi korban kebakaran dan serahkan santunan serta bantuan biaya pembangunan rumah dan juga musala yang terbakar,” katanya.
Respon itu, katanya, juga terkait kasus dua anak yang terkena tembakan saat terjadi kontak tembak antara aparat keamanan dengan kelompok bersenjata TPNPB di Intan Jaya.
“Satunya memang meninggal dunia dan yang masih hidup langsung kita bantu evakuasi ke Rumah Sakit Nabire dan kami pemerintah juga sudah santuni,” ujarnya.
Terkait kasus kekerasan yang terjadi di wilayahnya, Haluk mengatakan telah meminta kepada pihak keamanan agar mengusut tuntas kasus-kasus tersebut.
“Biarlah aparat keamanan yang bekerja mengusut tuntas kasus tersebut,” katanya.
Komnas HAM mengapresiasi
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua Frits Ramandey mengapresiasi respon cepat yang dilakukan Penjabat Gubernur dan Forkopimda Papua Tengah dalam menanggapi kasus-kasus kekerasan yang terjadi dan menimbulkan korban warga sipil.
“Ini wujud pemenuhan HAM, wujud dari tanggung jawab negara untuk melakukan seluruh daya dan upaya, ini sudah dilakukan oleh ibu Pj Gubernur,” kata Ramandey.
Menurut Ramandey, sejatinya otoritas ini yang harus dipakai oleh seluruh otoritas sipil (kepala daerah) dalam menyikapi kasus kekerasan yang terjadi, sebab jika dibiarkan, yang datang malah aparat keamanan (TNI-Polri) dan itu tidak bisa menyelesaikan masalah. Malah terjadi stagnan dan memunculkan kerenggangan.
“Oleh karena itu, Komnas HAM sangat mengapresiasi dan berharap kebijakan ini bisa menjadi contoh untuk otoritas sipil atau kepala daerah lainnya di Papua, terutama daeran yang masuk dalam kategori rawan konflik,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Mathius D Fakhiri merintahkan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Intan Jaya AKBP Afrizal Asri untuk mendalami peristiwa tertembaknya dua anak atas nama Nando Duwitau (13) dan Nopina Duwitau (6) saat kontak tembak antar aparat keamanan dengan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat terjadi.
”Memang benar ada kontak tembak antara Satgas Damai Cartenz dengan kelompok Undius Kogoya di Intan Jaya, dan dalam kontak tembak tersebut ada korban dua warga sipil yaitu anak-anak,” kata Fakhiri.
Dengan adanya kejadian itu, Fakhiri mengaku sangat prihatin dan akan segera mendalami kasus itu, termasuk mencari tahu mengapa bisa ada anak-anak di arena kontak tembak.
“Saya tidak bilang kalau anak-anak tersebut adalah bagian dari mereka, namun ini kan bukan kali pertama ada warga sipil yang menjadi korban saat kontak tembak antara aparat dengan TPNPB, makanya kami akan dalami,” ujarnya.
Irjen Fakhiri juga mengatakan akan mengevaluasi tindakan personelnya di lapangan terkait melakukan kontak tembak di tempat yang ada warga sipilnya.
”Tentunya akan kami evaluasi dan ke depan akan kami sampaikan agar lebih berhati-hati saat kontak tembak di tempat yang ada warga sipilnya sehingga jangan lagi ada korban dari warga sipil,” katanya.
Terpisah, Kepala Satuan Tugas Humas Operasi Damai Cartenz AKBP Bayu Suseno menjelaskan pada 8 April 2024 sekitar pukul 10.00 WIT, Satuan Tugas Penegakan Hukum Damai Cartenz berhasil mengamankan seorang atas nama Bui Wonda alias Bossman Wenda untuk kemudian dilakukan penyelidikan terkait senjata dan amunisi.
Kemudian sekitar pukul 14.00 WIT, kelompok yang diduga TPNPB wilayah Intan Jaya pimpinan Undius Kogoya melakukan upaya untuk membebaskan Bui Wonda (BW) dengan cara melakukan penyerangan terhadap pos Bank Papua di Intan Jaya.
Akibat serangan itu, pos Bank Papua mengalami rusak berat, anggota Satgas dalam keadan aman, namun sekitar pukul 14.30 WIT diperoleh informasi ada dua mayarakat yang tertembak. Mendegar hal itu, tambahnya, Satgas Damai Cartenz segera mendatangi tempat kejadian perkara untuk mengevakuasi kedua korban ke Puskesmas Bilogai guna diberikan pertolongan medis.
“Sampai saat ini kami belum mengetahui dari arah mana tembakan yang mengakibatkan kedua masyarakat tersebut tertembak, kami masih terus melakukan penyelidikan,” kata Bayu. (*)
Discussion about this post