Jayapura, Jubi – Mahasiswa menyerukan penarikan segera pasukan TNI dan Polri dari Kabupaten Puncak. Menurut mereka, kehadiran pasukan nonorganik tersebut memicu peningkatan tindak kekerasan terhadap warga sipil.
Sekretaris Umum Komunitas Mahasiswa Pelajar Puncak (KMPP) Jayapura Urnius Matuwan menyatakan dugaan diskriminasi, intimidasi, dan kekerasan lain makin masif sejak penempatan TNI dan Polri di Puncak. Karena itu, mereka menolak penempatan pasukan TNI maupun Polri di seluruh kabupaten tersebut.
“Kami mendesak Presiden Joko Widodo segera menarik pasukan militer Indonesia yang menguasai wilayah sipil di Sinak, Oneri, dan Agandugume. Kehadiran pasukan tersebut terus meningkatkan kekerasan terhadap masyarakat,” kata Matuwan, saat membacakan pernyataan sikap KMPP dalam konferensi pers di Asrama Sinak, Kota Jayapura, Rabu, (10/7/2024).
Berdasarkan catatan KMPP Jayapura, eskalasi kekerasan di Puncak juga sering menyasar kepada perempuan dan anak sebagai korban. Salah satunya ialah penembakan yang dialami Makilon Tabuni, 12 tahun, pada Februari 2022. Selain itu, pembunuhan, dan mutilasi terhadap Tarina Murib pada Maret 2023.
“Pada 6 Mei 2023 juga terjadi penembakan terhadap Panius Tabuni, seorang kepala sekolah di Sinak, bersama dua pelajar. Pada 3 Februari 2024 terjadi penyiksaan terhadap Warinus Murib, dan dua temannya,” kata Matuwan.
Dia melanjutkan peningkatan kasus kekerasan juga mengakibatkan arus pengungsian warga dalam sebulan terakhir. Puluhan warga dari Sinak, Yugumuak, Mageabume Oneri, dan Agandugume mengungsi hingga ke Wamena di Jayawijaya.
Matuwan juga menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten dan DPR Kabupaten Puncak. Mereka seakan tidak peduli dengan nasib warga yang makin terjepit akibat penempatan pasukan TNI dan Polri.
“DPRK sejauh ini tidak serius memerhatikan kondisi rakyat yang trauma dengan kehadiran militer Indonesia. Penjabat Bupati Darwin Tobing juga seperti menutup mata atas [dampak] kehadiran pasukan TNI di Puncak,” kata Matuwan.
KMPP Jayapura dalam pernyataan sikap mereka juga menolak pembangunan gudang logistik di Agandugume. Menurut Matuwan, penolakan tersebut sejalan dengan sikap warga, pihak gereja, dan pemuka masyarakat setempat.
“Pihak TNI dan Pemerintah Kabupaten Puncak memaksakan pembangunan [gudang logistik]. Hentikan sekarang juga [pembangunannya],” ujar Matuwan. (*)