Jayapura, Jubi – Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua meminta Kepolisian Daerah atau Polda Papua mengumumkan nama dan keberadaan ketiga warga sipil yang menjadi korban penyiksaan oleh terduga prajurit Batalion Infanteri Raider 300/Braja Wijaya. Permintaan itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey di Kota Jayapura, Papua, pada Sabtu (23/3/2024).
Ramandey menjelaskan bahwa sejak Februari 2024 jajaran Polda Papua telah mengetahui kasus penyiksaan yang dilakukan terduga prajurit Batalion Infanteri Raider 300/Braja Wijaya terhadap tiga warga sipil di Kabupaten Puncak. Pasalnya, usai melakukan penyiksaan tersebut, para pelaku menyerahkan para korban kepada Kepolisian Resor (Polres) Puncak.
“Identitas korban ada di Polres Puncak. Kapolda Papua berwenang untuk mengumumkan tentang siapa orang [yang menjadi korban] itu. [Hal itu] penting untuk diumumkan, siapa [ketiga] korban itu,” ujar Ramandey pada Sabtu (23/3/2024).
Pada Jumat pagi, beredar video di media sosial yang merekam penyiksaan terhadap seorang warga sipil. Korban ditaruh dalam drum berisi air, dengan kedua tangannya terikat. Korban itu dipukuli dan ditendang berulang kali oleh sejumlah orang yang diduga prajurit TNI. Punggung korban juga disayat menggunakan belati. Wajah sejumlah pelaku terlihat dalam video itu.
Ramandey mengatakan pihaknya telah mengantongi inisial warga yang menjadi korban penyiksaan itu. Akan tetapi, ia mengatakan belum bisa menyampaikan karena harus melakukan verifikasi terlebih dahulu.
“Kami sudah mendapatkan tiga inisial nama korban. Tapi kami belum bisa bisa menyebutkan karena kami belum melakukan verifikasi. [Identitas] korban-korban itu diketahui langsung oleh pihak Polres Puncak,” kata Ramandey.
Menurut Ramandey, para korban yang diserahkan ke Polres Puncak itu kemudian dibawa ke rumah sakit. “Setelah mengalami penyiksaan, [ketiga korban] diserahkan ke Polres Puncak, dan dibawa ke rumah sakit untuk menjalani penyiksaan. Kami minta Kapolda Papua untuk memberikan instruksi kepada Kapolres Puncak, agar melalui Kabid Humas bisa mengumumkan korban, nama siapa, umurnya berapa, lalu dia terlibat dalam kasus apa? Kapan ditahan, kapan diserahkan, siapa yang sedang menjalani pengobatan, dalam keadaan bagaimana? [Itu penting] karena beredar video [menyebut] ada [korban] yang [telah] meninggal,” ujarnya.
Ramandey mengatakan pengumuman identitas para korban itu penting, karena Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Izak Pangemanan terlanjur menyatakan bahwa dugaan penyiksaan itu kabar bohong/hoaks. Ramandey menyayangkan pernyataan yang menyebut dugaan penyiksaan itu hoaks.
“Kita sangat menyesalkan keterangan yang mengatakan itu hoaks. Itu video, sangat susah mengeditnya. Belum apa-apa dia sudah mengatakan bahwa itu hoaks. Kalau TNI mengambil dia [korban] dan melakukan penyiksaan, tentu ada sebabnya. Sebab itu yang harus diumumkan, untuk menjadi keberimbangan kejadian ini,” katanya. (*)
Discussion about this post