Jayapura, Jubi- Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Intan Jaya atau IPMI se-kota studi Jayapura, meminta kepada Kapolda Papua, Irjen Mathius D Fakhiri, dan Penjabat Gubernur Papua Tengah, Ribka Haluk untuk segera menarik satuan Brimob dari Intan Jaya menyusul penembakan yang menewaskan seorang anak Ronal Ronaldus Duwitau (13) dan melukai Nepina Duwitau (6) di Yokatapa, Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada Senin (8/4/2024).
Keduanya menjadi korban tembak saat aparat keamanan dari Satuan Brimob melakukan kontak tembak dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM di Yakotapa, Sugapa Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, Senin (8/4/2024).
Ketua IPMI Jayapura, Yanius Kogoya, pada Rabu (10/4/2024) mengutuk peristiwa tersebut dan meminta proses hukum yang adil terhadap kedua korban yang masih di bawah umur.
Menurutnya, sebagai negara hukum, peristiwa tersebut harus diinvestigasi dan pelakunya wajib diproses hukum sesuai perbuatannya. Namun IPMI menyangsikan itikad Negara Indonesia untuk melakukan penyelidikan, apalagi yang melibatkan TNI/Polri karena telah berulang kali melakukan kekerasan di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.
“Kita mengacu pada undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak. Kemudian Pasal 12 yaitu hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, serta pemerintah daerah,” ujarnya.
Ia mengatakan, mahasiswa IPMI asal Kabupaten Intan Jaya di Jayapura menuntut kepada negara agar segera mengadili pelaku penembakan terhadap anak dibawah umur. Ia juga meminta kepada pemerintah Negara Indonesia untuk segera menarik militer non organik dari Kabupaten Intan Jaya.
“Segera hentikan tekanan militer terhadap masyarakat. Kami meminta kepada Negara Indonesia stop memfasilitasi pihak-pihak tertentu yang menyebabkan pembunuhan terhadap anak dibawah umur,” ujarnya.
Ketua Komunitas Mahasiswa Independen Somatua Intan Jaya Ferry Belau mengatakan, Tuhan Allah memberi nyawa untuk hidup bukan untuk dibunuh sewenang-wenang seakan tak ada nilai. Menurutnya, realita terjadi di lapangan pada khususnya di Intan Jaya kekerasan dan pembunuhan berulang dipicu sejak mencuatnya rencana Blok Wabu. Belau juga meminta kepada Komnas HAM untuk segera turun melakukan investigasi.
“Setelah melakukan investigasi jika itu benar maka oknum TNI-Polri harus diproses hukum, kami juga menuntut kepada Pj Gubernur Papua Tengah segera melakukan evaluasi dengan pihak-pihak bersangkutan seperti Komnas HAM dan Kapolda Papua [terhadap penempatan Satuan Brimob di Intan Jaya],” ujarnya.
Salah seorang mahasiswi yang tergabung dalam IPMI kota studi Jayapura, Detina Kobogau menyatakan kepada Jubi kepedihannya sebagai perempuan atas peristiwa penembakan tersebut. “Saya sebagai mama melahirkan anak bukan untuk dibunuh melainkan untuk berkembang, undang-undang tentang perlindungan anak harus benar-benar diterapkan bukan hanya ditulis lalu taruh begitu saja,” ujarnya.
Ia mengatakan, setiap anak berhak untuk hidup dan melindungi dari tindakan diskriminasi. Dia juga meminta kepada Polda Papua dan Pj Gubernur Papua Tengah agar segera melakukan evaluasi penempatan Satuan Brimob di Intan Jaya pasca peristiwa ini.(*)
Discussion about this post