Jayapura, Jubi – Koordinator Umum Pengungsi di Yahukimo Wahyu Heluka mengatakan para pengungsi Muara Bontoh yang tengah mengungsi ke Dekai, Ibu Kota Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, bersepakat untuk membuka pos penerimaan bantuan. Mereka juga meminta pengertian pihak TNI/Polri untuk tidak memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Heluka mengatakan para pengungsi telah bersepakat untuk menerima sumbangan sembako dari pihak gereja, mahasiswa, pemuda, pemerintah, termasuk Bupati, para kepala dinas, dan jajarannya. “Keputusan itu tidak saya buat-buat, tetapi itu komitmen bulat dari masyarakat dan tokoh di [lokasi] pengungsi,” katanya melalui layanan pesan WhatsApp pada Kamis (21/9/2023).
Heluka juga menjelaskan para pengungsi tidak bisa menerima bantuan dari pihak TNI/Polri, lantaran konflik bersenjata yang melibatkan TNI/Polri di Yahukimo. Ia meminta aparat keamanan TNI/Polri memahami kondisi itu.
“Warga yang mengungsi tidak akan menerima bantuan TNI/Polri, karena mereka menembak keluarga kami. Dalam tradisi kami, [kami] tidak bisa menerima bantuan dari pihak yang membunuh [keluarga] kami,” kata Heluka.
Ia menyatakan pada 15 September 2023 utusan Kepolisian Resor Yahukimo telah menemuinya. Heluka menyatakan para pengungsi tidak berkeberatan jika aparat keamanan datang ke lokasi pengungsian mereka, namun mereka tidak bisa menerimba bantuan dari aparat keamanan.
“Sebagai penanggung jawab pengungsi, saya telah menjumpainya waktu itu, dan sudah sampai secara lisan kepada pihak kepolisian, ‘kalian boleh melakukan kunjungan, boleh datang sebagai bentuk pelindung masyarakat. Kalau kalian datang dan membawa bahan makanan sembako, kami tidak akan menerimanya’,” kata Heluka menirukan penjelasannya ketika itu.
Ia menuturkan bahwa pihak aparat keamanan sempat membawakan bantuan beras, mi instan, dan sembako campuran. “Kami sangat menerima [kedatangan mereka] dengan hati yang mendalam, karena bapak [itu] datang bentuk rasa kepedulian/kemanusiaan. Namun bapak [itu] bawah beras mi instan, sembako, kami tidak menerimanya karena masyarakat tidak akan bisa menggunakan barang itu. Setelah itu mereka pulang,” ujar Heluka. (*)