Jayapura, Jubi – 16 aktivis Komite Nasional Papua Barat atau KNPB dipukul polisi saat menggelar demonstrasi peringatan perjanjian New York di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa ,15/8/2023. Akibat pemukulan itu mereka mengalami luka-luka.
Sejumlah enam belas aktivis KNPB yang dipukul adalah EK (23), IM (20), RE (19), OK (18) DK (20), ET (21), NT (19), dan YW (21). Ada juga yang dipukul itu ET (20), EH (21), KP (23), TP (20), MW (17), MA (21), MB (19), dan YS (20).
Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Pusat, Ones Suhuniap mengatakan sebagian besar yang mendapat pukulan mengalami luka serius di bagian kepala dan mengeluarkan darah cukup banyak. Suhuniap mengatakan polisi memakai rotan dan pentungan memukul dan membubarkan masa aksi KNPB di Sentani.
“Pakai rotan dan pentungan,” ujar Suhuniap kepada Jubi melalui layanan pesan WhatsApp, pada Selasa siang.
Suhuniap mengatakan aksi demonstrasi memperingati perjanjian New York dilakukan secara damai di seluruh Tanah Papua. Akan tetapi Suhuniap mengatakan pihak kepolisian malah melakukan pembubaran dengan menembakkan air water canon dan memukul massa aksi KNPB.
“Kepolisian Resor Jayapura menggerakkan kekuatan penuh membubarkan masa aksi dengan melakukan pemukulan terhadap masa aksi,” kata Suhuniap kepada Jubi melalui layanan pesan WhatsApp, pada Selasa siang.
Suhuniap mengatakan pembubaran paksa dengan melakukan pemukulan itu melanggar kewenangan kepolisian. Suhuniap mengatakan kepolisian seharusnya mengawal aksi demonstrasi dengan baik.
“Kepolisian melakukan tindakan kekerasan secara fisik itu menyalahgunakan kewenangan kepolisian sebagai pelindung rakyat,” ujarnya.
Komite Nasional Papua Barat atau KNPB secara serentak menggelar aksi demonstrasi di Tanah Papua dan di wilayah Indonesia lainnya. Aksi ini untuk meminta PBB meninjau kembali perjanjian New York 1962.
Perjanjian New York 1962 adalah perjanjian antara Belanda dan Indonesia yang menyepakati pengalihan pengusaan Tanah Papua dari Belanda kepada Indonesia, dan pelaksanaan referendum bagi setiap Orang Asli Papua dewasa untuk menentukan pilihan masa depan bangsa Papua, atau one man one vote.
Perjanjian yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962 ini dibuat tanpa melibatkan Orang Asli Papua. Kesepakatan untuk melaksanakan referendum akhirnya direduksi menjadi Penentuan Pendapat Rakyat pada 1969 yang mengganti mekanisme one man one vote dengan musyawarah yang hanya diikuti perwakilan yang ditunjuk untuk menyatakan pendapatnya.(*)