Jayapura, Jubi – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Papua meminta aparat hukum segera membebaskan Gerson Pigai dan Kamus Bayage. Keduanya ditangkap saat melakukan aksi penolakan KTT G20 Bali 2022, di Gapura Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, 16 November 2022 lalu.
Koodinator Lapangan Umum Aliansi BEM se-Papua, Ngalum Uropmabin mengatakan kedua mahasiswa itu ditangkap oleh kepolisian di lingkungan kampus (Uncen), kebrutalan aparat kepolsian di dalam kampus telah mencederai kampus sebagai ruang diskursus yang menjamin hak untuk berdemokrasi secara intelektual dan akademis. Hak berdemokrasi mahasiswa dijamin oleh Tridharma Perguruan Tinggi dan undang-undang.
“Praktik pembungkaman ruang demokrasi dengan pola militeristik dan kriminalisasi adalah pelanggaran HAM yang terus dilakukan oleh Indonesia di Papua Barat. Dengan demikian Aliansi Mahaiswa se- Papua menuntut dan mengecam keras,” kata Uropmabin melalui rilis tertulis yang diterima Jubi di Kota Jayapura, Rabu (22/2/2023).
Menurut Uropmabin, sejak jatuhnya pemerintahan Soeharto pada 1988, Indonesia telah melakukan berbagai reformasi institusional dan legislatif pemerintahan dan telah mengakui secara resmi sejarah panjang pelanggaran HAM yang dilakukan militer di Aceh dan Papua, serta memberikan Otonomi Khusus bagi kedua wilayah tersebut.
Reformasi 1988 membuka pintu bagi pengakuan terhadap HAM, termasuk juga kemerdekaan berpendapat dan berkumpul. Pemerintah telah membatalkan undang-undang yang digunakan untuk membungkam kritik dan juga menghapus larangan-larangan
mengungkung media massa, partai politik (Parpol) dan lain-lain.
Selain itu, Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI) memberikan jaminan bagi kemerdekaan berpendapat dan berkumpul dalam konstitusi termasuk Undang-Undang No.9 tahun 1998, tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang mengakui hak untuk berkumpul dengan damai sebagai hak yang tidak memerlukan izin.
“Semangat lahirnya reformasi ini juga kemudian berbagai elemen di tanah Papua maupun luar menentang pemerintah atau perusahaan swasta serta menguatkan kembali tuntutan untuk merdeka sebagai bangsa yang telah merdeka muncul di berbagai penjuru, namun negara justru menggunakan pendekatan keamanan dan tetap mengunakan pola-pola represif di hampir seluruh tanah Papua. Salah satunya pembubaran paksa serta melakukan penangkapan pada 16 November 2022, yang mana mahasiswa melakukan demonstasi damai dilingkungan kampus, kasus ini merupakan satu dari sekian banyak kasus lainya yang telah terjadi di tanah Papua selama ini,” ujarnya.
Menanggapi itu, Aliansi BEM se-Papua mengeluarkan sejumlah tuntutan yang harus diakomodir aparat hukum, yakni bebaskan Gerson Pigai dan Kamus Bayage yang merupakan korban kriminalisasi kepolisian Republik Indonesia di Papua.
Kapolresta Jayapura serta Polda Papua segera bebaskan Gerson Pigai dan Kamus Bayage tanpa syarat, mengecam dan mengutuk keras tindakan aparat kepolisian terhadap massa aksi pada 16 November 2022, Kapolda Papua dan Rektor Uncen segera mencabut MoU pada 2018, yang justru mencederai Tridharma Perguruan Tinggi dan membungkam kegiatan akademik, hentikan segala bentuk upaya kriminalisasi terhadap Gerson dan Kamus Bayage.
Kemudian, bebaskan Victor Yeimo Juru bicara internasional (KNPB) yang juga juru bicara internasional petisi rakyat Papua (PRP) korban rasisme 2019, bebaskan seluruh aktivis pro demokrasi di seluruh tanah Papua maupun di Indonesia, Kapolres Deiyai stop kriminalisasi tiga warga sipil di Deiyai yang ditahan saat ini di Polres Nabire, Komnas HAM RI dan Kapolda Papua segera bentuk tim investigasi untuk kasus penembakan di Dogyai yang mengobankan lima warga sipil dan dua orang di antaranya meninggal, mendesak Mahfud MD segera membuka diri untuk segera berunding dengan pihak TPNPB untuk mengakhiri konflik berkepanjangan yang menelan korban jiwa di Tanah Papua, dan meminta Panglima TNI dan petinggi negara untuk hentikan pengiriman militer secara berlebihan di seluruh tanah Papua.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura menggelar sidang perdana perkara Gerson Pigai dan Kamus Bayage, dua mahasiswa yang ditangkap polisi dalam pembubaran demonstrasi di Kampus Universitas Cenderawasih, Abepura, Kota Jayapura, pada 16 November 2022. Gerson Pigai dan Kamus Bayage didakwa dengan tiga delik berbeda, termasuk penghasutan untuk melakukan kejahatan atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum yang diancam hukuman maksimal pidana penjara 6 tahun.
Perkara Gerson Pigai dan Kamus Bayage terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 31/Pid.B/2023/PN Jap. Dalam sidang pembacaan dakwaan pada Kamis, Jaksa Penuntut Umum Mohammad Arifin SH menyatakan bahwa Gerson Pigai dan Kamus Bayage telah melawan polisi dalam pembubaran demonstrasi menolak Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang diselenggarakan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jayapura di Kampus Universitas Cenderawasih, Abepura, pada 16 November 2022.
Pada dakwaan pertama, Gerson Pigai dan Kamus Bayage didakwa dengan Pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP (secara bersama-sama melakukan penghasutan untuk melakukan kejahatan atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum). Pada dakwaan kedua, Gerson Pigai dan Kamus Bayage didakwa Pasal 214 Ayat (1) dan (2) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP (secara bersama-sama melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan mengakibatkan luka-luka). Pada dakwaan ketiga, Gerson Pigai dan Kamus Bayage didakwa Pasal 212 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP (secara bersama-sama melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan). (*)