Jayapura, Jubi โ Sejumlah organisasi mahasiswa ekstra kampus di Kota Jayapura membangun koalisi untuk mendorong penegakan hukum dalam kasus penganiayaan yang diduga melibatkan prajurit TNI dan menyebabkan seorang warga Mappi meninggal dunia. Koalisi yang dinamai Koalisi Peduli Kemanusiaan itu mendesak aparat penegak hukum memastikan semua oknum TNI yang terlibat penganiayaan warga sipil di Bade, Distrik Edera, Kabupaten Mappi, pada 30 Agustus 2022 lalu diproses hukum.
Koalisi Peduli Kemanusiaan itu terdiri atas PMKRI Cabang Jayapura, GMKI Cabang Jayapura, Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Papua Selatan, Ikatan Mahasiswa Merauke, Himpunan Mahasiswa Mappi, Himpunan Pelajar Mahasiswa Boven Digoel dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Asmat. Koalisi itu dibangun untuk menyikapi kasus penganiayaan terhadap dua orang warga sipil terjadi di Pos Bade, Distrik Edera, Kabupaten Mappi, pada 30 Agustus 2022. Penganiayaan itu menyebabkan Bruno Amenim Kimko meninggal dunia, dan Yohanis Kanggun luka berat. Selain Kimko dan Kanggun, seorang warga lain benama Norbertus turut menjadi korban dalam penganiayaan itu.
Sekretaris Ikatan Mahasiswa Merauke, Pelipus Cambu dalam menyatakan upaya damai yang dilakukan TNI dengan memberikan uang ganti rugi tidak boleh mengehentikan proses hukum. Menurut Cambu peristiwa penganiayaan itu merupakan kasus serius, sehingga pelaku harus di bawa ke pengadilan.
“[Itu] hal yang serius. Kalau tidak dibawa ke pengadilan, nanti akan terulang lagi. Kita harus dorong kasus itu [diselesaikan] secara hukum, biar tidak terulang lagi,” kata Cambu di Kota Jayapura, Kamis (8/9/2022).
Wakil Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Boven Digoel, Imelda Yumdeleng menyatakan peristiwa penganiyaan dan pembunuhan itu tidak bisa ditutupi. Para pelaku yang terlibat harus diproses secara hukum, dan jika terbukti bersalah harus dipecat. Ia juga mengimbau keluarga korban tidak boleh menerima uang lagi.
“Orangnya tua juga ketika terjadi masalah jangan sampai terima uang ganti rugi. [Pelaku] harus diberikan sanksi, dihukum, dan harus dipecat,” ujarnya.
Ketua GMKI Cabang Jayapura, Opinus Segoniap dalam rapat menyatakan GMKI mendukung proses hukum terhadap oknum TNI yang diduga terlibat dalam penganiaya itu. Menurut Segoniap, tindakan penyiksaan dan pembunuhan itu tidak manusiawi dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). “Nyawa manusia itu hanya milik Tuhan,” katanya.
Advokat Helmi dari Aliansi Demokrasi untuk Papua menyatakan dengan denda atau uang ganti rugi tidak akan menyelesaikan proses hukum. Karena pembayaran denda itu hal yang meringankan saja tetapi tidak boleh menghentikan penyidikan atas kasus penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa warga sipil itu.
Helmi menyatakan tindak pidana penganiayaan atau pembunuhan itu masuk kategori delik biasa, dan bukan delik aduan yang perkaranya akan terhenti jika pengaduan dicabut. Sebagai delik biasa, perkara itu harus ditangani, dengan atau tanpa adanya pengaduan dari pihak korban atau keluarga korban, dan aparat penegak hukum berkewajiban menyelesaikan kasus tersebut.
“Beda dengan delik pengaduan. Kalau delik pengaduan, ketika ada yang merasakan dirugikan, dia harus mengadukan. Kasus pembunuhan di Mappi harus diproses hukum di pengadilan militer, karena terduga pelakunya ini anggota TNI,” kata Helmi kepada Jubi. (*)