Makassar, Jubi – Sidang lanjutan perkara pelanggaran HAM Paniai di Makassar, menghadirkan tiga orang saksi ahli pada Senin, 17 Oktober 2022. Hingga sidang ke-7 ini, Jaksa Penuntut Umum telah menghadirkan 27 orang saksi. Masing-masing 11 saksi dari unsur Polri. 11 saksi dari TNI. dan dua warga sipil yakni mantan Kepala Distrik Paniai Timur dan anggota DPR Papua.
Perkara kasus pelanggaran HAM Berat di Paniai terjadi pada 7-8 Desember 2014. Peristiwa itu menewaskan empat orang laki-laki dari warga Paniai dan melukai sepuluh orang lainnya.
Sidang ini mendakwa satu tersangka tunggal, Mayor (Purn) Isak Sattu, saat itu menjabat sebagai Perwira Penghubung.
Salah seorang saksi ahli yang dihadirkan pada sidang ketujuh adalah dr.Agus yang menjabat sebagai direktur RSUD Paniai tahun 2014. Dalam keterangannya, dia melakukan visum permukaan pada 14 korban saat peristiwa Paniai Berdarah. Sebanyak sepuluh korban hidup dan empat korban meninggal.
Visum empat korban meninggal itu dilakukan di dua tempat dan waktu berbeda.
Pertama, Yulian Yeimo yang meninggal di RSUD Paniai diperiksa pada 8 Desember 2014, beberapa jam setelah kerusuhan mereda. Yeimo mengalami luka tembak pada daerah perut kiri dengan kelim lecet berukuran 1,1 cm. Tidak ada kelim jelaga dan tidak ada kelim tato. Luka tembak ini menembus pinggang kanan ukuran 1,2 cm. Pada tubuh Yeimo tidak ditemukan fragmen logam.
Kelim adalah bahasa lain dari efek dari lingkaran luka dari peluru. Kelim ini sebagai tanda dimana terdapat bubuk mesiu peluru yang terbakar saat dilakukan penembakan. Luka yang memperlihatkan kelim akan membuktikan bagaimana posisi tembakan dilakukan, apakah ada rentang jarak, atau dilakukan dengan jarak sekian sentimeter saja.
Jenazah Yeimo tidak dilakukan otopsi atau bedah mayat, karena keluarga menolak dan kembali membawa jenazah ke lapangan Karel Gobay. Secara anatomis, kata dr.Agus, peluru itu mengenai organ perut, seperti usus, ginjal, lever, dan pembuluh darah daerah rongga perut. “Penyebab kematian pendarahan dalam rongga perut,” katanya.
Selanjutnya pada 11 Desember 2014, sesaat sebelum pemakaman korban dilakukan di lapangan Karel Gobay, melalui pemerintah daerah setempat, warga memberikan izin pemeriksaan pada tiga jenazah lainnya. Pemeriksaan itu dilaksanakan bawah atap terpal lapangan, disaksikan beberapa keluarga. Setelah visum, jenazah kemudian dikuburkan di lapangan Karel Gobay di dekat tiang bendera.
Tiga hari setelah kematian, jenazah mulai membengkak, tapi masih dalam kondisi yang baik. Bagi dr.Agus rentang waktu kematian dan udara di Paniai yang sejuk membuat kondisi mayat cukup terjaga. “Memang sudah agak bengkak, tapi masih bisa dilakukan pemeriksaan luar,” katanya.
Tiga jenazah di lapangan, adalah Alpius Gobay. Tubuh Alpius memperlihatkan sebuah lubang peluru yang masuk daerah perut kiri. Kelim lecetnya berukuran 1,1 cm. Tidak ada kelim jelaga dan tidak ada kelim tato.
Luka Alpius menembus hingga pinggang kanan dengan diameter 1,2 cm. Tidak ditemuka fragmen logam. Dan secara anatomis, Alpius meninggal karena peluru mengenai organ perut, seperti usus, ginjal, pembuluh darah perut serta lever. Diagnosanya terjadi pendarahaan dalam rongga perut.
Jenazah kedua adalah Alpius Your. Alpius mengalami luka tembak pada punggung belakang sebelah kiri. Tidak luka yang memperlihatkan luka tembak keluar, jadi tidak tembus. “Waktu visum, saya memeriksa daerah lukanya daerah punggung belakang, tapi saya tidak menemukan apa pun, karena mungkin lukanya terlalu dalam. Kemungkinan karena tidak tembus, kemungkinan ada fragmen logam atau proyektil yang tertinggal, karena tidak lakukan otopsi ataupun ronsen pada korban tersebut,” kata dr.Agus.
Korban terakhir adalah Simon Degei. Pada pemeriksaan visum itu ditemukan luka robek tusuk pada daerah dada kanan dengan diameter 3,4 cm x 2,2 cm. Model luka itu, dalam pengandaian dr.Agus oleh benda yang ujungnya diruncingkan, lalu membesar ke pangkalnya. “Mungkin seperti model bambu runcing,” katanya.
Simon, diyakini meninggal karena pendarahan dalam rongga dada kanan, yang juga mengenai paru kanan. Jenazah ini yang ditemukan di kebun kanan dekat bandara udara Paniai.
Visum tidak hanya dilakukan pada korban yang meninggal. Sebanyak 10 korban hidup juga dilakukan pemeriksaan. Dalam catatan RSUD Paniai, sebanyak 10 korban hidup itu, satu orang hanya luka ringan dan tak memerlukan rawat inap. Sementara sembilan pasien lainnya memerlukan tindakan perawatan.
Enam korban menjalani operasi dan empat orang yang harus mendapatkan perawatan di ICU. Agus membuat klasifikasi 10 korban selamat itu, dengan luka ringan, luka derajat sedang dan derajat berat.
Dua orang pasien yang mengalami luka berat, adalah warga yang tubuhnya dikenai peluru. Namanya Andreas Dogopia. Luka tembaknya menghantam perut di sisi kiri, ukuran diameter kelim lecetnya 1,1 cm. Tidak ada kelim jelaga, tidak ada kelim tato. Luka itu menembus perut bagian kanan yang diameternya mencapai 1,2 cm. Ini adalah luka tembak yang tembus dan memerlukan operasi besar di RSUD Paniai.
Selanjutnya adalah Yulius Tobai, mengalami luka tembak yang masuk melalui paha kiri. Ukuran lukanya diameter 1,1 cm dan tidak menembus. Pada visum itu dokter menemukan fragmen logam. Serta mengalami patah tulang dan harus dilakukan rawat inap.
Korban lainnya adalah Jery Gobai dengan luka robek, disertai lecet pada kaki kanan. Selanjutnya Naok Gobai dengan luka tembak lengan bawah kanan sisi depan serta terdapat patah tulang. Oktapianus Gobai mengalami luka iris di tangan kanan.
Yulian Mote mengalami luka robek pada bagian kepala belakang. Yeremias Kayame mengalami luka tembak pada tangan kiri. Naftali Neles Gobai, mengalami luka tembak pada pungung tangan kanan. Aberdanus Bunai, mengalami luka tembak, pada paha kanan kanan belakang sisi belakang. Dan Halia Edowai, mengalami luka tembak punggung kanan dan menembus telapak tangannya.
Perbedaan wadah fragmen logam dari tubuh korban
Ketika tim dokter visum telah melakukan pemeriksaan, fragmen logam yang didapatkan dari tubuh korban kemudian dimasukkan dalam wadah botol plastik dan selanjutnya diserahkan ke Bupati Paniai, Hengki Kayame.
Tapi ketika Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan BAP di meja majelis hakim, dr.Agus tak mengetahuinya. “Dulu kami serahkan dengan wadah botol. Kalau dengan plastik obat (plastik wrap) itu saya tidak tahu,” katanya.
Jika pun, fragmen berganti wadah, dr.Agus pun tak mengetahuinya.
Dr.Agus dari RSUD Paniai, mendengar peristiwa Paniai pada 8 Desember 2014 pagi. Dia juga kemudian mengetahui dari informasi staf rumah sakit jika aksi di Gunung Merah Pondok Natal saat itu, merupakan kelanjutan dari pemukulan warga oleh orang diduga dari TNI. Korban pemukulan itu diterima pada malam kejadian di UDG RSUD Paniai. Dokter jaga malam itu adalah dr.Yuwelisih Sonya Ganiau.
Korban itu mengalami trauma benda tumpul dan mengatakan jika dia kena pukul. “Hanya pemeriksaan biasa. Dan dia langsung pulang, tidak rawat inap,” kata dr.Agus. (*)