Jayapura, Jubi – Massa Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali yang berunjuk rasa untuk menolak Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 dan menuntut Hak Penentuan Nasib Sendiri diadang organisasi kemasyarakatan dan aparat pada Rabu (16/11/2022). Sempat terjadi bentrokan di antara kedua massa, hingga akhirnya Aliansi Mahasiswa Papua atau AMP menarik massanya kembali ke Asrama Mahasiswa Papua.
Hal itu dinyatakan Ketua Umum AMP Komite Kota Bali, Jenno Dogomo saat dihubungi Jubi layanan WhatsApp pada Rabu. Menurutnya, massa aksi AMP itu diadang massa organisasi kemasyarakatan maupun aparat keamanan.
Dogomo menjelaskan demonstrasi AMP untuk menolak KTT G20 itu dimulai pada Rabu sekitar pukul 09.30 WITA. Saat itu, koordinator lapangan aksi itu mengarahkan massa bergerak dari Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Tukad Yeh Aya menuju Konsulat Amerika Serikat di Bali.
Akan tetapi, begitu keluar dari asrama, para mahasiswa Papua itu langsung diadang massa organisasi kemasyarakatan (ormas). “Kami sementara berdiri serta memegang poster, kami langsung diadang oleh ormas reaksioner, pecalang dan aparat desa Banjar Renon dalam jumlah banyak. Mereka merepresi kami, dan meneriaki kami dengan kata-kata rasial,” kata Dogomo.
Situasi semakin memanas, karena sekitar pukul 10.00 WITA para mahasiswa Papua itu mulai dilempari dengan batu, kayu, dan botol. Sementara massa AMP mencoba bertahan di sana untuk menyampaikan aspirasi mereka menolak KTT G20.
“Kami tidak bisa membendung represif dari pihak ormas, karena jumlah [mereka] semakin banyak dan terus mendorong serta memukul mundur kawan-kawan. Kami bertahan lama disitu,” katanya.
Dogomo menjelaskan bahwa sejumlah mahasiswa Papua dan aktivis lainnya terluka karena terkena lemparan. “Kawan kami Hery kena pecahan [kaca] yang dilempar pihak ormas reaksioner. Bolikam ujung telinganya sobek. Yabes kena peluru kartapel tepat di perut. Leksi perutnya kena pukul massa ormas yang menggunakan cincin duri. Andre wajahnya dipukul dengan bambu. Wemmy kena di bagian bibir, pecah,” kata Dogomo.
Menurutnya, sejumlah perlengkapan dan alat peraga aksi juga dirusak atau dirampas massa ormas. “Jadi barang barang kami yang dirampas adalah satu helai bendera AMP. Pelantang juga diputus talinya. Beberapa poster dirampas dan dirobek, tali komando juga dirampas,” kata Dogomo.
Menurut Dogomo, sekitar pukul 11.00 WITA, koordinator lapangan akhirnya mengarahkan massa AMP mundur dan kembali memasuki Asrama Mahasiswa Papua. “Kami masuk ke dalam asrama. Kemudian koordinator lapangan mengarahkan kawan-kawan melanjutkan [aksi] dengan pembacaan pernyataan sikap,” katanya.
Dogomo menyatakan situasi di dalam Asrama Mahasiswa Papua belum kondusif. Sinyal jaringan selular di sekitar asrama juga melemah, sehingga sulit digunakan.
“Massa ormas, intel, dan sebagainya memblokade jalan masuk dan keluar asramam sehingga kami tidak bisa beraktifitas keluar asrama. Kawan-kawan yang di luar asrama juga kesulitan masuk untuk antar makanan dan minuman. Kami minta Mohon advokasi dan pemantauan dari semua pihak,” katanya.
Dogomo mengatakan, KTT G20 di Bali tidak memberi pencerahan, dan dapat berdampak buruk bagi rakyat Papua. “KTT G20 tersebut selain menyengsarakan rakyat Indonesia, juga berdampak buruk bagi warga Bali, serta berdampak lebih buruk bagi Papua yang mempuyai sumber daya alam melimpah,” katanya. (*)