Jayapura, Jubi – Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw menyatakan tidak ada masalah dalam internal dewan, mengenai terlambatnya pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) Provinsi Papua Tahun Anggaran 2022.
Akibat terlambatnya pembahasan itu, menyebabkan APBDP Papua TA 2022 akan dilaksanakan dengan peraturan kepala daerah (Perkada).
Jhony Banua Rouw mengatakan, pihaknya sudah menyamakan persepsi dalam rapat badan musyawarah (bamus) DPR Papua, Selasa (18/10/202) sore.
Rapat itu tidak hanya dihadiri anggota bamus, namun hampir semua anggota DPR Papua, termasuk ketua komisi dan fraksi-fraksi dewan.
“Dari hasil bamus ini kita telah samakan persepsi. Melihat apa yang terjadi dan berpegang pada aturan. Setelah kita samakan persepsi, kami nyatakan sikap tidak ada masalah di antara kami. Jangan rakyat berpikir ada perpecahan [dalam internal dewan],” kata Jhony Banua Rouw usai rapat bamus.
Menurutnya, berbeda pendapat dan beradu argumen dalam internal DPR Papua merupakan hal biasa. Namun bukan berarti ada perpecahan dalam internal dewan.
“Hari ini, kami sepakat tetap bersatu memperjuangkan kepentingan rakyat. Dinamika yang ada sudah selesai. Tidak ada kepentingan kelompok atau partai politik. Kami sepakat agenda ke depan tetap jalan,” ucapnya.
Katanya, pekan depan DPR Papua akan melakukan roling komisi. Pimpinan setiap komisi dan anggotanya bisa saja bergeser atau berganti.
Selain itu, DPR Papua juga ingin mendapat kepastian dari pemerintah pusat mengenai dana transfer dari pusat pada tahun anggaran 2023.
Sebab, telah ada surat Menteri Keuangan yang menyatakan pembagian dana transfer pemerintah pusat, termasuk dana Otsus sudah langsung dibagikan ke setiap provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua pada 2023.
“[Dana transfer pusat tahun depan] Papua dapat dana sekitar Rp 2,1 triliun, provinsi pemekaran bervariasi ada yang 1,6 triliun. Dana itu langsung didistribusikan ke setiap provinsi, termasuk provinsi pemekaran tidak lagi ke Provinsi Papua,” ujarnya.
Jhony Banua mengatakan, DPR Papua perlu segera mengambil langkah sebelum pembahasan APBD induk TA 2023.
Sebab, apabila Papua hanya mendapat dana transfer pusat Rp 2,1 triliun, bagaimana pembiayaan pegawai yang masih berada di Papua sebagai provinsi induk. Apabila dibayar oleh Pemprov Papua, ini akan menjadi beban karena dana yang diterima telah berkurang.
“Hal lain, bagaimana dengan beasiswa. Apakah langsung dipotong oleh pusat ataukah jadi beban kami di provinsi induk. Selain itu masih ada pembiayaan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang masih di provinsi induk dan DPR Papua yang periodenya sampai 2024,” ucapnya.
Katanya, meski telah ada tiga provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Papua, namun selama beberapa tahun ke depan MRP dan DPR provinsi belum terbentuk di provinsi baru itu.
“Banyak teman-teman di DPR Papua dapilnya di provinsi baru, tapi semua masih di provinsi induk. Apakah kami masih bisa reses ke dapil kami di provinsi baru, apakah kami masih bisa melakukan pengawasan ke sana. Ini hal-hal yang perlu diselesaikan sebelum pembahasan APBD induk diselesaikan,” kata Jhony Banua Rouw. (*)