Jayapura, Jubi – Komite Pimpinan Pusat Forum Independen Mahasiswa West Papua atau FIM-WP mengggelar fragmen atau pertunjukan drama pelanggaran HAM dan investasi di Papua, di anjungan Expo, Kota Jayapura, pada Minggu (30/10/2022).
Fragmen yang mengangkat isu pelanggaran HAM dan investasi di Tanah Papua itu berlangsung empat jam mulai pukul 16.28 WP. Pertunjukan drama itu melibatkan mahasiswa asrama Tambrauw, mahasiswa asrama Mimika, dan Komisi Somatua, Intan Jaya.
Mahasiswa dari Tambrauw mementaskan drama perampasan wilayah tanah adat Lembah Kebar oleh PT. Nuansa Lestari Sejahtera. Oleh perusahaan rencana Lembah Kebar akan dikembangkan menjadi peternakan sapi terpadu skala besar.
Mahasiswa khawatir rencana pengembang sapi terpadu oleh perusahaan akan merusak sumber kehidupan dan membuat masyarakat adat kehilangan tanah mereka. Selain itu, memicu konflik horizontal di antara masyarakat adat setempat.
Sementara itu Komisi Somatua mementaskan drama penembakan Pendeta Yeremias Zanambani di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Dimana hingga saat tidak ada proses hukum bagi pelaku penembakan yang diduga dilakukan prajurit TNI.
Sedangkan mahasiswa dari asrama Mimika mementaskan drama tentang kehadiran PT. Freeport yang berdampak terjadi pelanggaran HAM serta memicu kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah ke sungai.
Ketua Komite Pimpinan Pusat Forum Independen Mahasiswa West Papua atau FIM-WP, Dewo Wonda, menyatakan fragmen merupakan bentuk advokasi berbagai masalah di daerah kabupaten dan kota di Provinsi Papua. Mahasiswa dapat mementaskan berbagai masalah mulai dari pelanggaran HAM hingga perampasan hak ulayat oleh perusahaan.
Wonda menyampaikan fragmen ini akan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat, mahasiswa, dan organisasi kepemudaan.
Wonda berharap melalui fragmen ini dapat meningkatkan kesadaran negara guna menyelesaikan pelanggaran HAM dan perampasan hak ulayat masyarakat adat yang selama ini terjadi di Tanah Papua.
“Melalui ruang-ruang [pementasan drama] ini kita bisa menyampaikan kasus pelanggaran HAM hingga perampasan tanah masyarakat adat. Dan negara segera menyelesaikan kasus-kasus itu melalui hukum yang berlaku,” kata Wonda kepada Jubi. (*)