Jayapura, Jubi – Tim Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan atau KuPP menyampaikan hasil peninjauan tim KuPP ke delapan tempat penahanan atau pemenjaraan yang ada di Papua. KuPP menilai ada banyak perbaikan yang telah dilakukan jajaran kepolisian di Papua untuk memperbaiki kondisi rumah tahanan dan mencegah praktik penyiksaan.
Sejumlah delapan tempat penahanan yang ditinjau KuPP itu adalah ruang tahanan Markas Kepolisian Resor atau Polres Jayapura, Markas Kepolisian Resor Kota atau Polresta Jayapura Kota, Markas Polres Keerom, Markas Kepolisian Daerah Papua, Markas Kepolisian Sektor atau Polsek Jayapura Utara, Markas Polsek Jayapura Selatan, Markas Polsek Abepura, Lembaga Pemasyarakatan atau LP Narkotika, LP Perempuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau LPKA, dan Rumah Sakit Jiwa Abepura. Peninjauan tim KuPP itu dilakukan selama lima hari.
Manager Program Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan Anton Prajasto mengatakan pihaknya menilai ada banyak perbaikan yang sudah dilakukan jajaran kepolisian terhadap kondisi tempat penahanan mereka, mulai dari ruang interogasi hingga biaya makan minum tahanan.
“Selama lima hari di Papua, kami melihat banyak perbaikan. Diantaranya [ada] CCTV ruang introgasi yang sudah berfungsi. Fasilitas itu berfungsi untuk mengurangi praktik buruk. Selain itu, tempat mandi, cuci, kakus sudah ada. Begitu juga soal air bersih. Ada kenaikan anggaran makan minum bagi tahanan,” kata Anton di Kota Jayapura, Jumat (28/7/2023).
Jika ditinjau dari konteks kapasitas ruang tahanan, ujar Anton, ruang tahanan di markas kepolisian sudah ada perbaikan. Hal berbeda ditemui di LP, di mana hampir semua LP mengalami over kapasitas.
“Di LP hampir semu over. Seperti LP Abepura sampai 130 persen, LPKA 1 persen, LP Perempuan 17 persen, LP Narkoba 200 persen. Itu berpotensi menimbulkan pelanggaran hak-hak, penyiksaan, dan lainnya. Itu sudah kami sampaikan, untuk bisa jadi perhatian,” ujarnya.
Selain itu, KuPP juga menduga praktik kekerasan terhadap tahanan masih terjadi di ruang tahanan kepolisian maupun di LP. Namun, kata Anton, informasi itu masih perlu didalami lagi. “Itu masih dugaan loh ya, sebab perlu pendalaman lagi,” katanya.
Meskipun demikian, Anton mengatakan KuPP mengapresiasi komitmen kepolisian yang sudah tidak lagi mengedepankan pengakuan pada saat memeriksa terduga atau tersangka, tetapi mengedepankan pencarian bukti-bukti. “Itu kami apresiasi, sebab kalau pengakuan [terduga atau tersangka] yang dikedepankan [dalam pengumpulan bukti], di sinilah potensi terjadinya penyiksaan,” katanya.
Jika dilihat dari perspektif gender, Anton menilai memang masih kekurangan personel di kepolisian. Ia mencontohkan pentingnya kehadiran Polisi Wanita (Polwan) dalam menangani kasus yang korban atau terduga/tersangkanya perempuan.
“Kami lihat kapasitas sumber daya manusia kepolisian harus ditingkatkan. Itu semua sudah kami sampaikan ke pihak kepolisian. Semoga ke depan [kapasitas sumber daya manusia itu] bisa ditingkatkan,” ujarnya. (*)