Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Front Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali berunjuk rasa di depan Kantor DPR RI di Jakarta, Rabu (9/2/2022). Mereka menolak rencana penambangan di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Aksi para mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Papua itu berlangsung sejak sekitar pukul 10.30 WIB. “Kami membentangkan spanduk dan melakukan orasi penolakan penambangan Blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya itu,” kata koordinator aksi Front Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali, Kornelius Maiseni saat diihubungi melalui layanan pesan Whatsapp, Rabu.
Maiseni mengatakan pihaknya menolak rencana penambangan Blok Wabu, karena menilai rencana tambang itu menjadi penyebab konflik bersenjata yang memanas di Intan Jaya. “Dengan adanya rencana penambangan Blok Wabu, konflik bersenjata antara TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat meningkat, dan mengorbankan masyarakat sipil,” katanya.
Baca juga: Komisi Somatua Intan Jaya minta Pemerintah Indonesia tarik pasukan militer
Maisini mengantakan Front Mahasiswa Papua dengan tegas menolak segala bentuk pembahasan terkait penambangan Blok Wabu. “Kami meminta kaum oligarki dan borjuasi telah mempersiapkan master plan untuk merebut Blok Wabu dari masyarakat [adat] Moni yang mendiami wilayah tersebut agar berhenti. Kalian harus berpikir masa depan anak cucu mau ke mana, sebab hari ini [dampak operasi] PT Freport Indonesia adalah cermin yang bisa kita lihat,” katanya.
Maiseni mengatakan masyarakat adat suku Moni telah diperhadapkan dengan situasi konflik dan kekerasaan di negerinya. “Secara semena-mena, tanpa melibatkan pemilik ulayat yang sudah beranak cucu beribu tahun, oligarki [merencanakan] eksploitasi Blok Wabu. Kami, Front Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali menolak dengan tegas segala bentuk pembahasan penambangan di Blok Wabu, Intan Jaya,” ujarnya.
Front Mahasiswa Papua juga mendesak Gubernur Papua, Lukas Enembe segera mencabut surat rekomendasi Gubernur Papua nomor 540/11625/Set yang merekomendasikan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus bagi MIND ID. Front Mahasiswa Papua juga mendesak pemerintah, termasuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan bertanggung jawab atas kematian warga sipil akibat konflik bersenjata di Intan Jaya.
Baca juga: Mahasiswa berharap para pihak unjuk peduli terhadap pengungsi Intan Jaya
“Stop mengunakan aparat militer berlebihan demi kepentingan keamanan binis tambang Blok Wabu. Kami meminta kepada DPR RI segera menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut izin tambang Blok Wabu,” katanya.
Maiseni mengatakan pihaknya mendukung penuh pernyataan Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni yang menolak operasi tambang emas Blok Wabu. Ia juga mendesak aparat keamanan di Intan Jaya berhenti menggunakan fasilitas umum seperti sekolah menjadi pos aparat keamanan.
Front Mahasiswa Papua juga meminta kepolisian untuk menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis Hak Asasi Manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. “Kami mendukung Haris dan Fatia membongkar dugaan keterlibatan tokoh militer dalam operasi tambang Blok Wabu,” ujar Maiseni.
Menolak audiensi DPR RI
Koordinator lapangan aksi Front Mahasiswa Papua itu, Matisu Wonda mengatakan pihaknya menolak dengan tegas audiensi DPR RI dengan sejumlah pihak untuk membahas rencana tambang Blok Wabu pada Rabu, karena tidak melibatkan masyarakat adat Moni. “Kami mendesak DPR RI segera membentuk tim untuk mendengar langsung pendapat masyarakat Intan Jaya. Jangan bikin pertemuan diam-diam di tengah rakyat menderita,” katanya.
Wonda menegaskan pengalaman rakyat Papua mengalami operasi tambang PT Freeport Indonesia menunjukkan operasi tambang menimbulkan berbagai konflik dan kekerasan yang menimbulkan trauma mendalam. Wonda juga menyatakan kepentingan tambang Freeport pula yang menyebabkan pendudukan Indonesia di Tanah Papua, serta perampasan tanah ulayat Suku Amungme dan Suku Kamoro yang mendiami wilayah operasi tambang Freeport.
“Mereka tersingkir dari tanah adatnya, dan terus menjadi korban saat melakukan pembelaan atas hak-haknya. Gunung Nemangkawi dieksploitasi tanpa mengguntungkan pemilik hak ulayat,” katanya.
Baca juga: Konflik Intan Jaya kembali memanas, diduga dipicu hilangnya Sem Kobogau
Operasi tambang Freeport dinilai tidak memberi manfaat bagi masyarakat adat Amungme dan Kamoro yang merupakan pemilik hak ulayat atas lokasi tambang Freeport. Sebaliknya, masyarakat adat Amungme dan Kamoro justru mengalami penderitaan berkepanjangan akibat kekayaan tanah ulayat mereka.
Wonda mengatakan setiap protes yang dilakukan masyarakat adat secara damai selalu dihadapkan dengan aparat keamanan TNI/Polri, dan banyak Orang Asli Papua menjadi korban kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal itu menimbulkan trauma mendalam bagi Orang Asli Papua.
“Kami yakin bahwa Negara akan memperlakukan orang Papua di Intan Jaya sama seperti masyarakat Amungme dan Kamoro. Sebelum perusahaan beroperasi saja korban sudah banyak berjatuhan,” kata Wonda menyoroti konflik bersenjata, kekerasan, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus terjadi di Intan Jaya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!