Jayapura, Jubi – Penanggung Jawab Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat atau Labkesmas Papua, dr Yuli Arisanti mengatakan kasus kusta di Kota Jayapura meningkat. Hal itu disampaikan Yuli di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Senin (29/1/2024).
“Iya ada peningkatan [kasus kusta di Kota Jayapura],” ujarnya.
Yuli mengatakan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua menunjukkan kasus kusta di Kota Jayapura pada 2023 bertambah menjadi 348 orang. Pada 2022, jumlah kasus kusta di Kota Jayapura mencapai 300 kasus.
Yuli mengatakan dari 348 penderita kusta di Kota Jayapura, 24 orang diantaranya menderita kusta kering, dan 324 orang lainnya menderita kusta basah. Ia mengatakan kasus kusta itu tersebar di lima distrik di Kota Jayapura, dan bertambah dengan cepat di daerah padat penduduk seperti Hamadi dan Polimak.
“Hampir di setiap distrik ada penderita kusta. Hamadi, Polimak, Argapura, ada kantong kusta sendiri. Kusta senang daerah yang padat [penduduk dan] lembab. Saat ketemu pasien, [kami] bilang jaga kebersihan. [Perilaku] Hidup bersih dan sehat itu nomor satu,” katanya.
Yuli mengatakan faktor kepadatan dalam satu rumah serta sanitasi yang buruk memungkinkan orang tertular penyakit kusta. Akan tetapi, Yuli mengatakan penyakit kusta membutuhkan waktu lima sampai tujuh tahun untuk menular kepada orang yang sehat.
“Terjangkit kusta itu tidak gampang. Dari 10 orang dalam keluarga belum tentu semua kena, palingan dua sampai tiga orang. Jangka waktu tertular 5 sampai 7 tahun,” ujarnya.
Yuli mengatakan penyakit kusta disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium Leprae. Yuli mengatakan bakteri itu menyerang kulit dan saraf, sehingga memunculkan bercak-bercak merah, putih di kulit tubuh.
“Ciri-ciri bercak bisa putih, merah dan tidak berasa, tidak gatal. Karena bakterinya menyerang kulit dan saraf. Kalau mengalaminya gejala seperti itu bisa langsung diperiksa,” katanya.
Yuli mengatakan petugas-petugas kesehatan di puskesmas harus aktif melakukan pemeriksan. Yuli juga mengajak masyarakat aktif melakukan pemeriksaan apabila mengalami gejala kusta.
“Kita harus menemukan pasien, tidak menunggu, lebih aktif mencari atau penemuan aktif. Deteksi dini akan mengurangi angka penularan. Penularan itu kan [terjadi] dari orang kusta yang tidak diobati. Cepat ditemukan, didiagnosa, diobati, itu bahkan mengurangi dan mencegah dan penularan ke orang lain,” ujarnya. (*)
Discussion about this post