Jayapura, Jubi – Prevalensi wasting (gizi kurang dan gizi buruk) di Papua berada di angka 8,8 persen atau sekitar 1 dari 10 anak pada 2021. Prevalensi ini sedikit di atas rata-rata target nasional.
“Mari kita sama-sama mengatasi ini, dengan memastikan layanan dasar pada anak,” ujar Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Papua dan Papua Barat, Aminudin Ramdan, dalam acara pertemuan bersama kepala daerah mewujudkan Papua Bebas Gizi Buruk 2024 di Swiss-bel Hotel Jayapura, Rabu (30/11/2022).
Gizi buruk adalah keadaan dimana terjadi kekurangan konsumsi zat gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari.
Sementara itu, gizi kurang adalah suatu keadaan dimana kebutuhan nutrisi pada tubuh tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan makanan yang berada di bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh.
“Penuntasan wasting menjadi tanggungjawab bersama, terutama memastikan mereka tertangani, baik itu dari sisi nutrisinya ataupun juga dari sisi penyakit penyertanya,” ujarnya.
Aminudin berharap melalui pertemuan yang bekerja sama dengan Gapai Harapan Papua dan Pemprov Papua, baik kepala daerah, pimpinan OPD, dan berbagai elemen masyarakat memiliki satu tujuan untuk mewujudkan Papua Bebas Gizi Buruk 2024.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura, Ni Nyoman Sri Antari, mengatakan gizi buruk pada anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ekonomi yang rendah, sanitasi yang buruk, pendidikan orang tua yang rendah, serta praktik pengasuhan yang kurang baik.
Selain itu, anak dengan status gizi kurang ditandai dengan tidak adanya kenaikan berat badan setiap bulannya atau mengalami penurunan berat badan sebanyak dua kali selama enam bulan.
“Peningkatan kapasitas kader posyandu, membuat kebijakan orang tua asuh untuk posyandu, meningkatkan kemitraan dengan OPD, PKK, GOW, dan LSM pegiat kesehatan, kampanye pemanfaatan pangan lokal dan gizi seimbang,” ujarnya.
Penurunan kasus gizi kurang di Kota Jayapura mulai dari 6,9 persen pada 2020, pada 2021 berada di angka 6,1 persen, dan 2022 turun menjadi 5,4 persen.
“Pemberian formula 75 dan formula 100 bagi balita gizi buruk, edukasi dan konseling kepada orang tuanya, pengukuran berat badan, pemberian ASI eksklusif, asupan makanan yang mengandung gizi seimbang,” jelasnya. (*)