Jayapura, Jubi – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan kepada para pemimpin di Kepulauan Pasifik, Kamis (29/9/2022), bahwa keamanan Amerika Serikat dan dunia sangat bergantung pada keamanan di kawasan mereka.
Fiji Times yang mengutip Reuter melaporkan bahwa Amerika Serikat dan negara-negara Pasifik telah meluncurkan deklarasi kemitraan bersama yang bersejarah, berjanji untuk memperkuat hubungan di tengah meningkatnya kekhawatiran akan peran Tiongkok di kawasan itu.
Ada beberapa poin penting dalam kesepakatan antara AS dan pemimpin negara Pasifik yang dikutip jubi.id dari laman resmi https://www.abc.net.au, antara lain Gedung Putih mengatakan jumlah pengumuman lebih dari $US810 juta dalam program baru yang diperluas.
AS mengatakan tekanan dan paksaan dari Tiongkok beresiko ”merusak perdamaian, kemakmuran, dan keamanan kawasan.”
AS juga telah menandai bahwa mereka sekarang mendapatkan dukungan universal untuk deklarasi bersama dengan para pemimpin Kepulauan Pasifik.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dengan negara Pasifik di Washington menunjukkan bawah AS berhasil mendapatkan dukungan dari semua 14 negara pulau di Pasifik yang menghadiri pertemuan puncak, 28-29 September 2022.
Walau pun ada penolakan awal dari Kepulauan Solomon.
“Para pemimpin Pasifik menyambut baik komitmen Amerika Serikat untuk meningkatkan keterlibatannya, termasuk dengan memperluas kehadiran diplomatiknya, hubungan antara rakyat kita, dan kerja sama pembangunan AS di seluruh kawasan,” tulis deklarasi yang dirilis oleh Gedung Putih.
Sebanyak 11 poin, Deklarasi Kemitraan AS-Pasifik dirundingkan secara intens.
Beberapa negara Pasifik menggambarkan deklarasi itu mirip dengan kesepakatan perdagangan dan keamanan yang tidak berhasil dilakukan Tiongkok dengan 10 negara Pasifik pada Mei 2022.
Deklarasi AS dan negara-negara Pasifik telah memberikan kerangka kerja untuk keterlibatan AS yang intensif di Pasifik, termasuk komitmen untuk mengatasi perubahan iklim, memajukan pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat regionalisme Pasifik.
Pernyataan itu juga mengakui pentingnya hukum internasional dan konvensi PBB tentang Hukum Laut tentang kebebasan navigasi dan penerbangan.
Kepulauan Solomon, bulan lalu memberlakukan moratorium kepada angkatan laut asing yang melakukan kunjungan pelabuhan. Hal ini jelas meningkatkan kekhawatiran di bidang ini oleh Amerika Serikat dan Sekutunya di Pasifik.
Sejak menandatangani pakta keamanan dengan Beijing awal tahun ini, Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, telah berulang kali mencaci maki mitra tradisionalnya, termasuk Australia dan Selandia Baru, sementara pihaknya semakin dekat ke Tiongkok.
Negara Kepulauan Solomon mengisyaratkan tidak akan menandatangani deklarasi selama KTT berlangsung. Pemerintah Solomon dibawah pimpinan PM Sogavare memerlukan banyak waktu untuk merenungkan proposal dan itu akan menjadi bahan pertimbangan oleh parlemen nasional di Honiara, Kepulauan Solomon.
Namun dalam KTT di Washington, Sogavare telah mendukung deklarasi tersebut, bahkan bahu membahu dengan Presiden AS, Joe Biden, di sela-sela pertemuan para pemimpin Pasifik dengan AS.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden Joe Biden juga mengumumkan sejumlah program baru untuk secara substansial memperluas kehadiran Amerika Serikat di Pasifik.
AS telah berjanji untuk memperluas pelatihan polisi, menandatangani pakta pertahanan baru, meningkatkan investasi di kawasan itu, dan meningkatkan inisiatif pembangunan dan menghabiskan lebih dari $ 75 juta untuk membangun ekonomi Pasifik pulih dari pandemi Covid 19.
AS juga akan bergerak untuk memperluas pengakuan diplomatik penuh ke dua negara terkait Selandia Baru di Pasifik, Kepulauan Cook dan Niue, sebagai tanda lain bahwa AS ingin memperluas pengaruhnya di Pasifik Selatan.
Strategi tersebut menjanjikan untuk “meningkatkan keterlibatan yang lebih luas dan lebih mendalam” dengan Kepulauan Pasifik sebagai prioritas kebijakan luar negeri AS, guna membantu kawasan di Pasifik melawan perubahan iklim dan tantangan mendesak lainnya.
Ini juga secara eksplisit menghubungkan strategi AS dengan kehadiran Tiongkok yang berkembang di kawasan itu. Hal ini memperingatkan bahwa “tekanan dan dan paksaan ekonomi oleh Republik Rakyat Tiongkok ”berisiko“ merusak perdamaian, kemakmuran, dan keamanan kawasan dan dengan perluasan, Amerika Serikat.
Gedung Putih mengatakan pengumuman tersebut berjumlah lebih dari US $ 810 juta ($1,25 miliar) dalam program yang diperluas. Meskipun angka itu termasuk US$ 600 juta untuk bantuan perikanan selama satu dekade yang telah dijanjikan oleh Wakil Presiden Kamala Harris dalam pertemuan Zoom dalam Forum Kepulauan Pasifik awal 2022.
Pengumuman AS yang baru mencakup beragam program dan inisiatif yang berbeda, baik yang baru maupun yang sudah ada. Meskipun paket pendanaan yang ditawarkan terkadang sederhana.
AS telah mengkonfirmasi akan memperluas jejak USAID di wilayah Pasifik dan telah membukan misi regional di Suva, ibukota Fiji, dalam waktu 12 bulan. USAID juga berencana membuka kantor baru di Port Moresby, ibukota Papua Nugini. Pihaknya juga telah memilih mantan Duta Besar AS untuk Fiji, Frankie Reed, sebagai utusan AS pertama untuk Forum Kepulauan Pasifik.
Frankie Annette Reed adalah perempuan Afro Amerika berusia 66 tahun pernah menjadi Dubes AS di Fiji, Kiribati, Nauru, Tonga, dan Tuvalu. Dia pernah pula menjadi Konsul General AS di Melbourne sejak 2011-2015.
Pemerintah AS juga mengatakan akan memberikan dana tambahan untuk meningkatkan pelatihan Penjaga Pantai AS di Pasifik, serta mengirim agen Biro Investigasi Federal (FBI) ke Papua Nugini, Vanuatu, dan Kepulauan Solomon untuk memberikan pelatihan penegakan hukum.
Australia telah lama menjadi mitra keamanan utama Kepulauan Solomon, tetapi Tiongkok belum lama ini telah membuat keuntungan signifikan di negara itu. Tiongkok juga telah menandatangani pakta kontroversial dan memulai program pelatihan polisi untuk pasukan lokal di Kepulauan Solomon.
AS juga mengatakan sedang mengejar logistik pertahanan dan perjanjian pasokan dengan Fiji dan akan segera mulai merundingkan perjanjian kerja sama pertahanan dengan Papua Nugini.
Dr Anna Powles dari Massey Universitas Selandia Baru, dosen senior di Pusat Studi Pertahanan dan Keamanan, mengatakan beberapa pengumuman baru menunjukkan bagaimana kerja sama keamanan adalah “pilar utama” keterlibatan AS di Pasifik.
“Ini tercermin dalam referensi untuk peningkatakan kehadiran pertahanan di Pasifik, menegosiasikan perjanjian kerja sama pertahanan dengan PNG dan [pakta pertahanan] baru dengan Fiji serta pelatihan penegakan hukum oleh FBI,” kata Dr Powles.
“Strategi AS menyebut Tiongkok sebagai sumber tekanan geopolitik dan paksaan ekonomi yang dirasakan oleh negara-negara anggota Pacific Island Forum (PIF) dan membuat hubungan langsung antara tindakan Tiongkok yang merusak perdamaian dan keamanan di kawasan itu dan keamanan AS sendiri.
“Selain niat baik, ini adalah seruan untuk mempersenjatai diri yang mendorong keterlibatan AS.”
Amerika Serikat juga telah mengumumkan serangkaian inisiatif iklim, pendidikan, investasi, dan infrasturuktur. Ini akan membentuk program persekutuan baru untuk para pemimpin Kepulauan Pasifik yang baru muncul, mengirim sukarelawan Peace Corp ke Fiji, Tonga, Samoa, dan Tonga setelah lama absen.
AS juga mengembangkan perjanjian baru untuk mendorong sektor swasta AS dalam proyek infrastruktur utama Kepulauan Pasifik. Selain itu, proyek ini akan menambah $ AS 18 juta ke dalam program besar untuk memperluas elektrifikasi atau proyek perlistrikan melalui Papua Nugini.
Administrasi Joe Biden juga telah menjanjikan lebih dari $AS 130 juta untuk membantu negara-negara Kepulauan Pasifik guna mengatasi tantangan iklim dan meningkatkan pembiayaan untuk membantu membangun ketahanan, dengan memperkirakan itu dapat menarik US$ 400 juta modal swasta.
Dr Tess Newton Cain adalah peneliti senior dan Pemimpin Proyek untuk Pusat Pasifik Griffith Asia Institute, Australia itu mengatakan inisiatif tersebut menunjukan kekuatan niat AS di kawasan Pasifik.
Namun kata Dr Tess yang memiliki dua warga negara ganda Vanuatu dan Inggris, memperingatkan AS bahwa program tersebut dapat dengan cepat goyah jika tidak memanfaatkan keahlian dan prioritas lokal.
”Orang Amerika ingin bergerak dengan kecepatan sangat tinggi tetapi gajah di ruangan itu adalah pertanyaan tentang koordinasi dan koherensi lintas lembaga,” kata Tess yang sudah 25 tahun tinggal di Vanuatu.
Ada beberapa referensi tentang ini yang dipimpin oleh permintaan, tetapi nada keseluruhannya adalah salah satunya dipimpin oleh pasolan.
“Tidak ada pemahaman yang cukup tentang apa yang sudah terjadi, dan terutama apa yang sedang dikembangkan melalui kepemimpinan lokal,” kata Tess yang juga mantan dosen Universitas Pasifik Selatan.
Dr Anna Powles mengatakan Administrasi Joe Biden bermaksud mengunci strategi Pasifik-nya dan menangani prioritas utamanya di kawasan itu menjelang pemilihan DPR dan Senat AS.
”Jelas ada keinginan untuk bergerak cepat dan menyelesaikan komitmen dengan cepat. Temponya mungkin melambat menjelang pemilihan paruh waktu November dan sesudahnya,” kata Powles seraya menambahkan kurang jelas bagaimana sistem AS akan menerapkan strategi tersebut termasuk membangun infrastruktur untuk melakukan ini, dan di situlah AS bisa jatuh.
Jika Anda tidak membangun pengetahuan dan keahlian Pasifik, maka Anda akan menghadapi masalah. Bagian koordinasi itulah yang hilang di Washington. (*)