Melbourne, Jubi – Usai sudah perhelatan West Papua Mini Film Festival I April 2024. Tur pemutaran film keliling secara marathon ke sembilan kota di Australia pada 9-21 April 2024 itu berakhir di Nighcliff Uniting Church, Darwin pada Minggu (21/4/2024).
Lima film dokumenter tentang Papua yang diproduksi Jubi Documentary telah membuka mata publik Australia tentang kondisi Orang Asli Papua (OAP) terkini. Kelima film documentary itu adalah ‘Sa Pu Nama Pengungsi’, ‘Saat Mikrofon Menyala’, ‘Mutiara Hitam Para Jenderal Lapangan’, ‘Suara dari Lembah Grime’, dan ‘Pepera 1969: Integrasi Demokratis?’. Tentu saja untuk publik Australia judulnya dalam bahasa Inggris.
West Papua Mini Film Festival I dimulai di UOW Main Campus University of Wollongong (Selasa, 9 April 2024). Kemudian dilanjutkan di Henry Carmichael Theatre Sydney Mechanics School of Arts, Sydney (Rabu, 10 April 2024), Canberra (Kamis, 11 April 2024), Adelaide (Sabtu, 13 April 2024), Brisbane (Minggu, 14 April 2024), Lismore (Senin 15 April 2024), Hobart (Kamis, 18 April 2024), Melbourne (Jumat, 19 April 2024), dan Darwin (Minggu, 21 April 2024). Semua acara berjalan lancar dan aman.
Acara pemutaran film juga diwarnai acara seni dan, yang paling ditunggu-tunggu, diskusi penonton dengan tim dan panitia.
Acara penutupan tur Tim Jubi Documentary dihangatkan dengan dinner alias makan malam di Melbourne bersama West Papua Community. Di acara itu mengalir kisah perjalanan dari aktivis mahasiswa, pecari kerja, dan para mahasiswa. Kisah mereka unik, sedih, mengharukan, dan mencekam. Semuanya tercurah saat duduk melingkar api, karena saking dinginnya Melbourne saat acara special itu.
Dinner community dihangatkan oleh musik dari Sorong Samarai Band. Juga acara Yospan, goyang ala Papua. Acara digelar di kediaman ketua komunitas orang West Papua di Australia, Novenus Ongobak pada Sabtu (20/4/2024), dimulai sekitar pukul 03.00 waktu Australia sampai selesai.
Ketua Komunitas Papua di Australia Novenus Ongobak mengatakan, dinner community digelar saat ada kegiatan besar, yaitu acara-acara Papua yang dirayakan oleh komunitas orang Papua di Australia.
“Kami biasa bikin dinner community sekali-kali saat kami rapat agenda komunitas orang Papua untuk mengakrabkan kekeluargaan kami dengan cara makan bersama, diskusi, curhat, main musik, MOP (cerita lucu ala Papua) tentang kehidupan kami di Australia,” katanya.
Ongobak menceriterakan, apabila ada dinner community masing masing orang membawa bahan makanan, daging-dagingan, sayur mayur, minuman, dan sebagainya.
“Setelah semua bahan makanan, beras, roti terkumpul, lalu kami masak dan makan-minum bersama sembari memutar lagu-lagu Papua, berdansa bersama,” katanya.
Suasana berjalan khidmat di mana West Papua Community dan Tim West Papua Mini Film Festival duduk makan bersama dan pesta bersama sembari bercerita tentang kisah-kisah mereka bisa sampai di Australia.
Ongobak mengatakan, komunitas orang Papua bisa hidup di sana tanpa membeda-bedakan, sebagaimana di Papua orang Papua hidup dalam sekat-sekat geografis yang begitu kental.
“Kami satu Papua, ko mau dari gunung, pante, rawa, karena kami mengalami nasib yang sama dalam kondisi penjajahan sekat-sekat ini, kami harus hilangkan, itu tidak baik, sebab kami tinggal di satu pulau Papua dan mengalami masalah yang sama,” katanya sambil memanggang daging babi.
Tim kerja West Papua Mini Film Festival I Ronny Kareni mengaku senang dan berterima kasih dari lubuk hati yang paling mendalam kepada semua pihak yang telah berkontribusi hingga kegiatan festival bisa berjalan dengan lancar.
“Saya mengapresiasi semua pihak yang telah dengan sukarela, hati terbuka menerima, mendukung, dan menyukseskan acara besar West Papua Mini Film Festival I April 2024 di Australia,” katanya.
Kareni juga berterima kasih kepada tuan rumah dinner community yang telah menyediakan tempat untuk menyempurnakan persahabatan dan kekeluargaan.
“Ini telah menjadi tradisi kita sebagai keluarga, kita komunitas orang Papua di Melbourne. Kita keluarga orang Papua harus bersatu,” katanya.
Kareni berharap West Papua Mini Film Festival II dapat diselenggarakan lagi di negara lain untuk mengangkat keterisolasian informasi penjahan kolonial Indonesia terhadap West Papua.
“Saya yakin bahwa negara-negara lain selain Australia juga membuka diri untuk mencari tahu informasi tentang orang-orang West Papua yang mengalami kolonialisme, genosida, dan ekosida di atas tanahnya sendiri,” katanya.
Kareni menyampaikan terima kasih kepada tour team Jubi Documentary yang sukses menggelar festival.
“Suksesnya kegiatan ini di-support oleh para akademisi dari berbagai universitas di negara bagian Australia yang sempat dikunjungi tim West Papua Mini Film Festival I, jurnalis, komunitas orang Papua di Australia, masyarakat Aborigin, aktivis Pro Kemerdekaan Palestina, Sudan, masyarakat Australia, dan lainnya,” katanya.
Mantan tahanan politik Papua, Jacob Rumbiak mengapresiasi generasi muda Papua yang terus mengembangkan potensi mengangkat isu-isu Papua.
“Saya senang kedatangan anak-anak muda ke Asutralia dengan karya yang luar biasa mengangkat masalah Papua,” ujarnya.
Rumbiak berpesan kepada anak-anak muda Papua di dalam dan luar negeri harus terus mengobarkan semangat perlawanan melawan kolonialisme.
“Jangan takut melawan sebab kita bicara kebenaran, itu melaksanakan perintah Tuhan di dalam Alkitab,” katanya. (*)
Discussion about this post