Jayapura, Jubi – Keberadaan pedagang kaki lima atau PKL berisiko mengganggu kenyamanan dan keselamatan para pejalan kaki serta memacetkan lalu lintas di Kota Jayapura. Pemerintah Kota Jayapura pun mendata keberadaan PKL supaya tidak berjualan hingga ke bahu jalan ataupun di trotoar.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Perindagkop UKM) Jayapura Robert LN Awi mengimbau PKL melaporkan usaha mereka untuk didata. Setelah itu, mereka akan mendapat kartu usaha sebagai izin untuk berdagang dari Dinas Perindagkop UKM Jayapura.
“Sanksinya [jika tidak memiliki kartu usaha], PKL tidak boleh beroperasi [berdagang] di Kota Jayapura. Kami akan tindak sesuai aturan yang berlaku,” kata Robert Awi, Senin (22/4/2024).
Berdasarkan data Dinas Perindagkop UKM Jayapura, terdapat 8.000 PKL di ibu kota Provinsi Papua tersebut. Mereka memberi tenggat hingga akhir bulan ini kepada PKL untuk mengurus kartu usaha.
“Penerbitan kartu usaha untuk mendata sekaligus menertibkan PKL agar tidak mengganggu kenyamanan masyarakat, terutama pejalan kaki. PKL juga menjadi aman dan nyaman dalam menjajakan dagangannya [karena tidak akan digusur],” kata Awi.
Pemerintah Kota Jayapura akan terus meningkatkan pengawasan terhadap PKL supaya mereka tertib dan mematuhi aturan. Pengawasan itu diklaim selalu mengutamakan pendekatan kekeluargaan.
“Penertiban yang kami lakukan selalu sesuai prosedur, yakni hanya kepada PKL yang mengganggu [arus] lalu lintas ataupun [kenyamanan dan keselamatan] pejalan kaki. Sejauh ini, PKL sangat kooperatif dalam menjalankan usaha mereka,” kata Pelaksana Tugas Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Jayapura Sefnath Kambuaya.
Menurutnya, pendekatan yang baik kepada PKL menjadi kunci kesuksesan dalam penertiban. Petugas tidak bersikap arogan, tetapi bernegosiasi, dan menyosialisasikan aturan berjualan kepada PKL.
“Satpol PP Kota Jayapura juga mengedukasi PKL agar mereka tidak menambah bangunan [tempat berjualan] [karena mengganggu ketertiban umum]. Saya berharap PKL yang sudah terdata segera memperbaharui kartu usahanya, dan bagi warga yang ingin menjadi PKL agar melaporkan [usaha mereka] ke instansi terkait [Disperindagkop UKM Kota Jayapura],” kata Kambuaya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Jayapura Justin Sitorus menambahkan pemerintah setempat tidak pernah melarang PKL berjualan, asalkan mereka tertib, dan tidak melanggar aturan. Salah satu aturan yang kerap dilanggar PKL tersebut ialah berjualan di trotoar ataupun bahu jalan sehingga mengganggu arus lalu lintas dan kenyaman para pejalan kaki.
![banner 400x130 banner 400x130](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/12/Adv-Nataru-PTFI-1.png)
Larangan PKL berjualan di trotoar mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana. Pasal 4 pada peraturan tersebut menyatakan fungsi dan manfaat prasarana dan jaringan pejalan kaki untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menjamin aspek keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki.
“Trotoar dengan lebar di bawah 5 meter tidak bisa dipakai untuk berjualan. Begitu pula bahu jalan, [tidak boleh dijadikan lokasi berjualan],” ujar Justin.
PKL belum tahu
Berdasarkan penelusuran Jubi, belum semua PKL di Kota Jayapura memiliki kartu usaha. Mereka bahkan ada yang belum mengetahui kewajiban tersebut.
“Saya belum tahu kalau [PKL] harus ada kartu [usaha]. Soalnya, saya baru satu bulan berjualan,” kata Ariyanto, PKL di Jalan Raya Kelapa Dua, Entrop.
Aryanto sehari-hari menjual berbagai komoditas pangan. Dia mengaku akan segera mengurus kartu usaha supaya tidak digusur Satpol PP Kota Jayapura.
Kondisi Aryanto berkebalikan dengan Daeng. Pedagang kelontong yang mangkal di depan Pasar Sentral Hamadi tersebut telah memiliki kartu usaha PKL. Dia juga selalu memperpanjang masa berlaku kartunya setiap tahun.
“Kartu PKL sangat penting [bagi keberlangsungan usaha]. Saya sudah ada [punya] dan [konsekuensinya] cuma membayar retribusi pasar [harian],” ujar Daeng.
Daeng mengaku selama lima tahun berjualan, tidak pernah sekali pun digusur Satpol PP. Sebaliknya, dia justru mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Jayapura semasa pandemi Covid-19.
“Selama lima tahun berjualan, saya tidak pernah dapat penertiban [dari Satpol PP]. Penertiban [sebenarnya] sangat bagus agar pemerintah daerah mudah melakukan pendataan [terhadap PKL],” kata Daeng, yang biasa berjualan hingga larut malam. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!