Nabire, Jubi – Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat atau Yapkema Papua menggelar pelatihan untuk guru-guru TK dan SD yang tersebar di tiga kabupaten di Provinsi Papua Tengah. Pelatihan yang bertajuk
Pengajaran Owadaa bagi Anak Usia Dini itu bertujuan untuk merevitalisasi konsep Owadaa masyarakat adat suku Mee dengan cara menghidupkan nilai-nilai dan membentuk karakter anak-anak usia dini.
Menurut Herman Degei, Manajer Program Owadaa Yapkema, pendidikan Owadaa diinisiasi oleh Yapkema Papua sebagai salah satu upaya menemukan siasat dalam berhadapan dengan perubahan hidup yang begitu cepat, khususnya bagi anak-anak dan keluarga masyarakat adat suku Mee.
“Dulu pendidikan Owadaa itu disampaikan melalui cerita-cerita, nasehat-nasehat, melalui praktek langsung di tempat. Pendidikan Owadaa atau pendidikan keluarga dan lingkungan ini usianya jauh lebih tua sebelum sekolah formal dan non formal ada. Sekarang fungsi itu mulai dan hilang dan kurang, kami ingin mendorong itu juga melalui pelatihan ini,” Kata Herman Degei dalam sambutannya pada pembukaan pelatihan guru di ruang SD Inpres Watiyai, Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah, Selasa (2/4/20124).
Menurut Degei, guru-guru dipilih menjadi subjek pelatihan karena perannya yang sangat strategis dalam membentuk pemikiran anak-anak sekolah sejak dini. Melalui guru, lanjut Degei, pendidikan Owadaa diharapkan dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal sehingga prinsip-prinsip pengajaran klasik falsafah hidup Owadaa dapat direvitalisasi.
Mengutip lembaran profil Program Owadaa yang didistribusikan oleh Yapkema selama pelatihan berlangsung, Owadaa dalam bahasa Mee diartikan sebagai Pagar Rumah. Namun Pagar Rumah yang dimaksud tak saja bermakna fisik, namun juga filosofis meliputi keseluruhan aspek kehidupan di dalam rumah atau keluarga yang tercukupi secara mandiri. Di dalam Owadaa juga mencakup relasi antara anak, orang tua dan lingkungan.
Apresiasi guru
Sebanyak 10 orang guru SD Inpres Watiyai hadir sebagai peserta pelatihan di Watiyai, Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah pada Selasa (2/4/2024). SD Inpres Watiyai yang terletak di jalan raya Trans Nabire Paniai itu direncanakan akan menjadi sekolah percobaan penerapan mata pelajaran muatan lokal atau mulok yang di dalamnya memuat pendidikan Owadaa.
Para guru antusias karena pelatihan tersebut dianggap sangat relevan dengan kebutuhan sekolah. Guru juga menganggap penting pengajaran Owadaa pada situasi sekarang di tengah harus perubahan yang dihadapi masyarakat adat Papua suku Mee.
“Kita tidak pernah terima sebelumnya, kegiatan seperti ini. Sangat perlu dilakukan juga di sekolah-sekolah lain, supaya guru-guru dapat bekal untuk pengajaran di sekolah. Ini kebutuhan mendesak sekarang,” kata Irene Ukago salah seorang guru SD Inpres di Watiyai yang juga guru pengajar salah satu SMK Katolik di Kabupaten Deiyai.
Ukago menjelaskan bahwa pengembangan ajaran Owadaa untuk anak-anak dan juga orang tua, jika berhasil, akan meringankan pekerjaan guru di sekolah. Dia mengatakan kondisi hidup anak-anak dan keluarga di rumah saat ini sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak di sekolah.
“Ada anak-anak biasanya ke sekolah lupa bawa buku dan bolpen. Ada juga yang tidak pakai seragam sesuai hari. Setelah ditelusuri, ternyata anak-anak ini ke sekolah langsung dari rumah teman atau keluarganya yang mereka menginap [tidur]. Kami kasih tau, orang tua jangan biasakan anak tidur sembarang di luar,” ujar Ukago.
Hal itu menurutnya akan membuat anak-anak kehilangan kesempatan untuk berinteraksi bersama keluarga dengan baik. “[Kalau tidak tidur di rumah] mereka akan tidak betah di rumah, kehilangan kesempatan untuk dapat nasehat dan dengar cerita-cerita tentang kehidupan dari orang tua. Anak-anak ini bagaimana di rumah, bagaimana orang tua di rumah, biasanya ketahuan oleh kami guru-guru.” kata Irene Ukago.
Beberapa bulan sebelum pelatihan ini berlangsung, menurut Herman Degei Yapkema terlebih dahulu melakukan survei keadaan sekolah, lingkungan sekolah dan orang tua siswa. “Tujuannya agar mendapatkan potret umum keadaan siswa anak-anak di sekolah-sekolah yang bersangkutan, sehingga pengajaran Owadaa nanti tepat sasaran dan metode,” katanya.
Guru-guru dari sekolah-sekolah yang menjadi peserta pelatihan ini meliputi 10 guru SD di Kabupaten Deiyai, 10 guru dari tiga SD dan dua TK di Kabupaten Dogiyai; serta 20 guru tiga SD dan empat TK di Kabupaten Paniai.
Selama forum pelatihan berlangsung di SD Inpres Watiyai, tim fasilitator mengajak peserta guru melakukan identifikasi masalah yang didapati oleh guru menyangkut situasi guru sendiri, sekolah, dan orang tua. Dari identifikasi tersebut, peserta diminta memaparkan gagasan mereka tentang hal-hal apa yang harus disiapkan dan dilakukan berpijak pada Owadaaa untuk merespons arus perubahan.
Dua orang narasumber yang mumpuni di bidang pendidikan hadir untuk menjadi memantik diskusi dalam forum itu. I Ngurah Suryawan seorang penulis, peneliti, dan dosen Antropologi Universitas Papua di Manokwari hadir memberi pengantar tentang situasi pendidikan di Indonesia, refleksi situasi pendidikan di Tanah Papua dan dampak perubahan sosial, politik dan ekonomi terhadap masyarakat adat Papua.
Narasumber berikutnya adalah Yulius Pekei, seorang penulis, dosen dan Ketua Kurikulum Sekolah Tinggi Touye Papa Katolik di Kabupaten Deiyai. Ia memberi pengantar dasar-dasar ajaran falsafah hidup Owadaa dan pentingnya ajaran tersebut untuk generasi di masa yang akan datang.
“Yamoko meteeno (arus perubahan terus datang ini)… Iniiko magiyootaii? Inepa makee, Iniya ekowataida make? (apa yang harus kita buat untuk bertahan dan bangkit, dari posisi dan sesuai kapasitas kita?) Ini inti dari pelatihan kita hari ini,” kata Yulius Pekei di akhir Forum.
Menurutnya Owadaa penting sekali karena ini pondasi hidup yang sudah ada dan sekarang semakin relevan untuk digali lagi di tengah perubahan. “Prinsipnya kita yang sudah ikut materi, sudah sadar, kembali dan praktek. Karena akan sia-sia kalau sudah tahu masalah dan jalan keluar, tetapi tidak buat apa-apa. Dimulai dari diri kita, tempat kita kerja, di keluarga kita. Itu akan berdampak besar dan luas,” ujarnya.
Pekei meminta YAPKEMA terus memfasilitasi guru-guru di tiga kabupaten hingga menghasilkan modul pengajaran OWADAA untuk menjadi panduan belajar mengajar di sekolah sasaran. “Setelah itu bisa meluas ke sekolah lain, dan diperjuangkan bahkan sampai pada level kebijakan. Kami dukung,” tegasnya.
Pelatihan untuk guru masih akan berlangsung hari ini, Kamis (4/4/2024) di Moanemani, Kabupaten Dogiyai, dan Sabtu (6/4/2024) di Enarotali, Kabupaten Paniai.(*)
Discussion about this post