Nabire, Jubi – Konflik horizontal antara warga yang telah lama bermukim di kampung Topo, distrik Uwapa, kabupaten Nabire, Papua Tengah terjadi pada hari Minggu (4/6/2023). Konflik ini mengakibatkan dua orang meninggal dunia.
Atas kejadian itu, satu di antara kelompok warga marah dan meluas hingga tiga kabupaten di kawasan Meepago yakni Dogiyai, Deiyai dan Paniai sehingga melakukan mobilisasi massa secara spontan.
Melihat kondisi ini, maka unsur pimpinan di tiga wilayah turun tangan agar kondisi segera normal kembali. Untuk itu pada Sabtu, (10/6/2023) asosiasi DPRD yang berasal dari kabupaten Deiyai, Paniai dan Dogiyai tanpa Nabire, Intan Jaya dan Mimika mendatangi warga yang sedang bermukim di Topo.
“Kepada semua masyarakat suku Mee, Moni, Lanni, Damal dan lainnya, kami ajak kepada kita semua tetap menahan diri. Jangan ada lagi perang. Ini cukup awal dan akhir, orangtua tidak pernah cerita tentang perang,” kata ketua asosiasi DPRD seMeepago, Petrus Badokapa kepada Jubi di Nabire, Sabtu (10/6/2023).
Pihaknya turun ke tempat kejadian itu lantaran masyarakat dari tiga kabupaten di pedalaman turun gunung dengan kekuatan penuh agar tidak boleh terjadi pertikaian lagi.
“Kami tadi kunjungi kami punya warga di Topo, tujuan kami untuk melindungi sisa manusia yang ada di atas tanah ini. Masyarakat sudah korban, sehingga turun melihat mereka,” ujarnya.
Pihaknya mengakui, saat menemui warga Mee, Moni, Wolani dan Ause dengan tegas minta kepada pemerintah segera atur tapal batas antara suku Wate, Yaur, Yeresiam, Mora, Umari dan Gua.
“Maka pemerintah segera bertindak, patok batas dari barat sampai timur, selatan sampai utara. Jadi bagian bawah biar dipimpin oleh enam suku pinggir laut dan bagian atas kami yang atur,” kata dia.
Untuk itu, pihaknya mendesak kepada 25 anggota DPRD Nabire segera turun tangan sebab mereka yang korban merupakan nyawa manusia lebih berharga daripada lainnya.
“Kami mau duduk bicara tapi susah hubungi saudara-saudara DPRD Nabire tidak ada yang tanggapi. Padahal waktu berjuang provinsi Papua Tengah kamu (DPRD Nabire) bicara banyak, sekarang provinsi tiba dan masyarakat korban jiwa DPRD Nabire diam. Harus berdiri sebagai wakil rakyat. Jangan korbankan, ini nyawa dan suara kita. Suku Mee dan suku Lanni sedang mengungsi ke hutan. DPRD Nabire harus bertindak,” ujarnya.
Pihaknya meminta segera membentuk pansus dan turun tangan guna selamatkan persolan itu.
“Aturan nanti diatur dari belakang, selamatkan masalah. Kalau biarkan berlarut maka masalah akan berkepanjangan,” ucap dia.
Masalah mendesak yang dijumpai pihaknya, adalah sulitnya akses transportasi darat yang menghubungkan lima kabupaten kawasan Meepago maka segera selesaikan bersama.
“Kami dari DPRD se-Meepago sangat mendukung atas undangan resmi dari Bupati Nabire yang akan dilaksanakan pada Selasa, 13 Juni 2023 di Polres Nabire tentang penyelesaian masalah tersebut. Kedepan tidak boleh terjadi pertumpahan darah,” kata dia. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!