Jayapura, Jubi – Kepala Bidang Pengelolaan Kualitas Lingkungan dan Pengembangan Kapasitas Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup atau DKLH Provinsi Papua, Yaconias Maitindom mengatakan dari sejumlah 35 sungai yang terbentang di cagar alam pegunungan Cycloop hanya tersisa tujuh (7) sungai yang masih mengalir.
“[46 tahun] sejak [pegunungan Cycloop] ditetapkan jadi cagar alam pada 1978, ada 35 sungai, tapi sampai hari ini hanya 7 sungai saja yang mengalir,” kata Maitindom dalam diskusi publik Krisis Ekologi di Papua yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi di Aula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura pada Rabu (21/2/2024).
Masih kata Maitindom, “Dari 7 sungai itu cuman 5 sungai saja yang saat ini masih lancar memberikan air untuk tong [kita] semua yang hidup di Tanah Tabi. Kalau lima sungai itu tidak mengalir atau rusak, maka kita tidak hidup di Tanah Tabi,” ujarnya.
“Baterainya itu ada dicagar alam pegunungan Cycloop, sumurnya ada di situ. Jadi, kalau katupnya itu bocor, maka kita tidak dapat apa-apa,” Maitindom menambahkan.
Maitindom mengingatkan sekaligus mengenang peristiwa bencana alam besar pada 2019 atau banjir bandang yang menerjang Sentani, Kabupaten Jayapura kala itu.
Menurutnya, hal itu karena cagar alam pegunungan Cycloop dirambah. “Itu karena baterai di atas itu [cagar alam pegunungan Cycloop] su rusak, katup tidak bisa tahan, air hujan cukup banyak, langsung de [hujan] pergi taruh di bawah, dan tong semua susah,” katanya.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat yang tinggal di Kota/Kabupaten Jayapura ikut terlibat dalam melestarikan cagar alam pegunungan Cycloop.
“Harusnya kita membayar air yang ada di cagar alam pegunungan Cycloop. Bagaimana bentuk membayarnya, pemerintah harus membuat regulasi yang berkaitan dengan Save for Cycloop. Setiap orang yang ada di Jayapura maupun Kabupaten Jayapura wajib membayar terhadap Cycloop. Apa yang dibayar? Bayar airnya dan oksigennya,” ujarnya.
Menurutnya, bentuk atau cara membayar kepada Cycloop, kata dia, adalah salah satunya menjaga kelestarian lingkungan Cycloop. “Tidak menebang pohon sembarangan, lalu tidak buang sampah sembarangan di mana pun kita berada,” ujarnya.
“Mulailah dengan diri kita sendiri dengan melakukan prinsip 3R (reuse, reduce, recycle). Pilah pilih sampah mulai dari sumbernya, supaya bisa dikelola untuk kepentingan ekonomi bersama,” ujarnya
Maitindom mengajak sekaligus meminta generasi saat ini terlibat aktif, peka terhadap kondisi kekinian yang sedang terjadi di Tanah Papua untuk menyelamatkan ekologi di Papua. Berkurangnya jumlah sungai yang mengalir di cagar alam pegunungan Cycloop, pertanda bawa sedang terjadi salah satu krisis ekologi di Papua.
Direktur Eksekutif Walhi Papua, Maikel Primus Peuki mengatakan diskusi publik bertemakan Krisis Ekologi di Papua ini bertujuan untuk mengedukasi mahasiswa sebagai agen perubahan bahwa saat ini Papua sedang mengarah ke krisis ekologi. “Jadi, selain mendapatkan materi, diharapkan mereka bisa berbagi dan menerapkan ke lingkungan terdekat mereka masing-masing, seperti keluarga, gereja, masjid, keluarga, dan kampus,” ujarnya. (*)