Jayapura, Jubi – Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam atau BBKSDA Papua, Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Kota Jayapura, dan Kepolisian Daerah Papua pada Selasa (11/7/2023) menyegel aktivitas penimbunan hutan bakau di Teluk Youtefa, Kota Jayapura, Papua. Hutan bakau yang dibabat dan diuruk itu merupakan kawasan konservasi.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Provinsi Papua Jan Jap L Ormuseray menyatakan langkah penyegelan ini dilakukan demi melindungi hutan mangrove di taman wisata alam teluk Youtefa. Penimbunan hutan bakau yang berstatus Taman Wisata Alam Mangrove Youtefa diduga telah berlangsung sejak Juni 2023.
Ormuseray menyatakan penyegelan itu didasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. “Langkah yang diambil Pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, BBKSDA Papua, Polda Papua dan instansi terkait ambil langkah menyegel lokasi,” kata Ormuseray kepada wartawan di Kota Jayapura pada Selasa (11/7/2023).
Ormuseray menyatakan menyatakan setidaknya sekitar 2 hektare hutan bakau dibabat lalu diuruk. Sejumlah satu eksavator dan 11 truk yang sedang melakukan penimbunan di lokasi diamankan.
Ormuseray menyatakan kawasan konservasi Taman Wisata Alam Mangrove Youtefa akan diserahkan kepada BBKSDA Papua untuk penanganan selanjutnya. Menurutnya, pihak yang melakukan perusakan hutan bakau itu akan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan dibantu oleh Kepolisian Daerah Papua. “Diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Pada Rabu (12/7/2023) pagi, tidak ada aktivitas di lokasi tersebut. Jalan menuju lokasi telah disegel dengan garis polisi. Eksavator dan truk yang sempat diamankan pada Selasa sudah tidak berada di lokasi penimbunan.
Kepala BBKSDA Papua Atanasius Guntara Martana menyatakan selanjutnya Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan kepolisian akan menangani kasus itu. Ia menyatakan para pelaku itu terancam hukuman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp2 miliar.
Atanasius menyatakan atas kawasan konservasi tidak bisa diterbitkan sertifikat Hak Atas Tanah. Dalam point 5 huruf (a) Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10/SE/VII/2015 tentang Penertiban Izin Pada Areal Hutan Konservasi Bernilai Tinggi melarang gubernur/bupati/wali kota agar tidak memberikan izin lokasi di areal hutan konservasi bernilai tinggi.
“Artinya kawasan hutan konservasi tidak bisa diterbitkan sertifikat. Ada peraturan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional bahwa kawasan konservasi tidak bisa diajukan perolehan Hak Atas Tanah,” ujar Atanasius.
Atanasius memperkirakan akan butuh waktu 20 tahun untuk memulihkan kawasan hutan mangrove yang rusak itu. Atanasius menyatakan pemulihan memerlukan komitmen bersama dari seluruh rumpun masyarakat untuk menjaga hutan konservasi. (*)