Merauke, Jubi – Mama-mama pedagang orang asli Papua di Kabupaten Merauke, Papua Selatan mengkritisi kajian Pemerintah Kabupaten Merauke terkait lokasi pembangunan Pasar Blorep di daerah Blorep Kelurahan Kamundu, Distrik Merauke.
Melalui rilis yang diterima Jubi dari aktivis LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum, Senin (13/11/2023), disampaikan bahwa pada Sabtu (11/11/2023) ikatan pedagang pasar mama-mama asli Papua yang terdiri dari 130 pedagang melakukan konferensi pers di Mopah Baru, Merauke.
Dalam konferensi dimaksud, para pedagang mengkritisi pernyataan Bupati Merauke, Romanus Mbraka di sejumlah media yang menyatakan bahwa lokasi pembangunan pasar sudah tepat dan strategis berdasarkan kajian yang dilakukan pemerintah di sana.
Mama-mama pedagang orang asli Papua di Merauke justeru menganggap kajian tersebut absurd atau mustahil, karena tidak menjawab persoalan dan tantangan para pedagang khususnya orang asli Papua di sana. Mereka juga menganggap kajian pemerintah terkait lokasi pasar itu sangat kontroversial.
Salah seorang pedagang, mama Uli menyatakan bahwa kebijakan Pemerintah Kabupaten Merauke membangun pasar mama-mama Papua di Blorep adalah sesuatu yang keliru dan tidak tepat sasaran. Sebab menurut dia, lokasi pasar Blorep nantinya cukup sulit diakses oleh pedagang Papua karena letaknya di pinggiran kota.
“Sejak tahun 2000-an kami berjualan dan sudah meminta pasar khusus, tapi tidak pernah ditanggapi atau dijawab dengan benar. Yang kami inginkan itu pasar khusus bagi pedagang orang asli Papua yang berada di tengah kota. Sehingga mama-mama pedagang dari daerah pinggiran bisa datang berdagang di pusat keramaian,” kata dia.
“Lebih baik kalau pemerintah daerah Merauke bangun pasar di belakang SMP Negeri II atau yang sekarang menjadi terminal Hilux (lokasinya dalam kota). Itu mudah dijangkau oleh semua pedagang Papua,” sambung mama Uli.
Salah seorang aktivis perempuan Papua di Merauke, Margaretha Kaize meminta agar Pemkab Merauke mangambil langkah bijak dengan membangun pasar khusus di belakang SMP Negeri 2 karena itu akan lebih menjawab kebutuhan para pedagang asli Papua di sana.
“Jangan bangun di Blorep. Kalau di belakang SMP Negeri 2, mama-mama dari pantai Ombuti, pantai Payum dan kampung Yobar bisa juga menjangkau. Kalau di Blorep, mana bisa mereka menjangkau ke sana. Apalagi sampai hari tidak ada akses transportasi ke sana,” kata Kaize.
Sementara itu aktivis LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum mengatakan mama-mama pedagang orang asli Papua sering mengeluh bahwa aktivitas berdagang mereka di pasar Wamanggu dan Mopah Baru yang notabene berada di pusat kota, kadang tidak memberikan hasil yang memuaskan.
“Mama-mama sering mengeluh bahwa mereka saat ini bersaing dengan pedagang yang bermodal besar dengan menggunakan motor dan mobil untuk berjualan langsung ke kompleks atau rumah-rumah warga, apalagi yang dijual adalah mirip dengan yang mama-mama jual. Dengan begitu, dagangan mama-mama juga kadang tidak laku di pasar. Nah dari sini kita sudah bisa ukur, apalagi kalau mereka dialihkan ke daerah pinggiran kota,” kata Wakum.
Karenanya Teddy Wakum berharap agar Pemkab Merauke dapat memenuhi permintaan mama-mama pedagang orang asli Papua agar dibangun pasar khusus di belakang SMP Negeri 2 Merauke.
“Apalagi kalau mama-mama dipindahkan ke pasar yang ada di pinggiran kota dan tidak ada aktifitas angkot ke area itu, serta masalah keamanan, ini merupakan kebijakan yang tidak tepat. Kita berharap pemerintah daerah bisa menjawab permintaan mama-mama pedagang ini,” tutup Wakum. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!