Nabire, Jubi – Seorang siswi Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik atau SD YPPK Titigi yang berusia 10 tahun, Misana Hasinijau, terluka parah karena terkena ledakan bahan peledak di Kampung Titigi, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, pada 9 November 2023. Belum diketahui asal-usul bahan peledak yang ditemukan korban di pinggir jalan itu.
Kepala Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik atau SD YPPK Titigi, Yohanes Weya menceritakan Misana Hasinijau terluka karena ledakan itu saat ia dalam perjalanan pulang dari sekolah. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 12.00 WP, di dekat Paroki Titigi, Kampung Titigi.
“Sepulang dari sekolah, Misana HasiniJau melihat ada burung tanah lewat. Dia mengambil batu di tepi jalan, dan kejar burung itu. Dia melihat ada bungkusan di dalam pastik. Ketika diangkat, isi plastik itu langsung meledak. Kaki kiri dan kaki kanannya hancur,” kata Yohanes Weya saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Senin (13/11/2023).
Weya menjelaskan jarak antara SD YPPK Titigi dan rumah korban berkisar 175 meter. Ledakan yang melukai korban itu terjadi di lokasi yang berjarak sekitar 50 meter dari SD YPPK Titigi dan Gereja Katolik St Misael. “Sebagai bapak gurunya, saya sangat sedih dengan situasi itu,” kata Weya.
Weya mengatakan Misana HasiniJau telah dibawa kedua orangtuanya berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Timika di Kabupaten Mimika.
Menurut Weya, situasi di Titigi semakin memburuk, dan warga merasa tidak aman. “Kami terus mendapatkan ancaman dan teror. Sekolah ini bukan tempatnya [kelompok bersenjata] Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [atau TPNPB]. Ini tempatnya anak-anak sekolah. Kami merasa terancam, sebagai guru dan siswa [di sini],” katanya.
Weya mengatakan pihaknya telah meliburkan kegiatan belajar mengajar di SD YPPK Titigi. Ia menyatakan pihaknya akan berunjuk rasa ke Markas Kepolisian Resor Intan Jaya di Sugapa, untuk menyampaikan protes atas ledakan yang dialami Misana HasiniJau.
“Kami merasa terancam, sehingga kami akan melakukan demonstrasi supaya mereka tidak membuang bom [atau bahan peledak] sembarangan tempat seperti yang dialami anak kami. Kejadian seperti itu sangatlah memprihatinkan dan membahayakan anak-anak sekolah yang biasanya bermain [dan] mengejar burung saat sore hari,” katanya.
Weya meminta aparat keamanan tidak menaruh bahan peledak ataupun barang yang mudah meledak di pinggir jalan, apalagi di lokasi yang berdekatan dengan sekolah. “Kehadiran tentara yang banyak dan TPNPB, itu membuat kami trauma, tidak bisa belajar dengan baik. Kami curiga di tempat tempat kami berlindung, di gereja, di sekolah, semua diancam dengan bom. Kalau begini, kami mau berlindung dan anak-anak mau belajar di mana lagi?” Weya bertanya. (*)