Merauke, Jubi – Dinas Sosial Kabupaten Merauke, Papua Selatan mengklaim banyak keluarga penerima manfaat – KPM di kabupaten tersebut yang tidak lagi menerima bantuan yang digulirkan oleh Kementerian Sosial – Kemensos, seperti Program Keluarga Harapan atau PKH.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Merauke, Gentur Esty Pranowo kepada Jubi, Kamis (9/2/2023),ย mengungkapkan sejumlah penyebab banyaknya keluarga penerima manfaat di Merauke yang tidak dapat lagi menerima bantuan dari Kemensos. Beberapa di antaranya menyangkut layar belakang pekerjaan dan data kependudukan.
“Khusus bantuan ini memang jadi masalah. Kenapa saya katakan itu, karena sekarang setiap bulan Kemensos melakukan validasi atau pembaharuan data KPM. Kenapa demikian? Kini semua sudah menggunakan sistem aplikasi, warga bisa langsung melaporkan KPM yang tidak layak mendapat bantuan tapi masih menerima di lapangan. Itu warga bisa langsung melapor ke Kemensos,” kata Gentur.
Selain itu, sambung Gentur, data dari masyarakat selalu diperbaharui oleh kementerian melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) – merupakan aplikasi nasional untuk penerima segala jenis bantuan pemerintah. Aplikasi ini memuat data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Data masyarakat selalu diperbaharui lantaran banyak keluarga penerima manfaat dengan latar belakang telah memiliki pekerjaan. Apabila demikian, otomatis bantuan sosial diberhentikan untuk KPM bersangkutan. Karena sedianya bantuan sosial diperuntukkan kepada warga kurang mampu dan atau tidak mampu.
“Banyak keluarga yang menerima bantuan, tapi di data pekerjaan tercantum wiraswasta. Otomatis bantuan berikutnya pasti akan hilang. Salah satu syarat penerima bantuan sosial bahwa penduduk tersebut memang dinyatakan kurang atau tidak mampu,” ujarnya.
“Dan di situlah sebenarnya fungsi pendamping PKH untuk melakukan verifikasi di lapangan apakah penerima manfaat ini layak atau tidak. Jadi tugas mereka selain memberikan sosialisasi sekaligus juga melacak atau melihat KPM di lapangan itu sesuai dengan kriteria atau tidak,” sambung Gentur.
Penyebab lainnya, sebagian besar masyarakat belum memperbaharui Kartu Keluarga – KK. Dokumen kartu keluarga kini telah diubah dari yang sebelumnya ditandatangani kepala dinas kependudukan dan pencatatan sipil dengan sistem QR code (barcode). Warga yang mengantongi kartu keluarga yang ditandatangani kepala dinas, secara otomatis tidak akan tercatat lagi di sistem administrasi kependudukan – Adminduk pusat.
“Masalah ini berpengaruh terhadap realisasi bantuan program. Setiap bulan pusat melakukan verifikasi pemutakhiran data, sehingga banyak keluarga yang sebelumnya menerima bantuan PKH, mengeluh kini tidak dapat lagi. Itu karena data tidak lengkap,” terang Gentur.
“Data awal yang digunakan pusat itu data tahun 2015, sedangkan basis data yang digunakan sekarang ini adalah basis data yang menggunakan nomor induk kependudukan, itu dimulai dari tahun 2019. Dengan adanya perubahan data, memang banyak masalah,” lanjut Gentur.
Gentur berharap masyarakat harus lebih aktif untuk memperbaharui data atau atribut administrasi kependudukannya di dinas kependudukan dan pencatatan sipil setempat. Sehingga mereka yang benar-benar kurang atau tidak mampu bisa mendapatkan bantuan pemerintah melalui kementerian.
“Atribut kependudukan seperti nama, tempat tanggal lahir mungkin benar. Namun kadang-kadang nama ibu kandung tidak dimasukkan. Kalau data tidak lengkap, pasti secara sistem dia otomatis keluar. Sebab itu setiap bulan pasti ada saja KPM yang akhirnya tidak lagi menerima bantuan. Karenanya masyarakat harus berperan aktif untuk masalah data kependudukannya,” tutup Gentur. (*)