Sentani, Jubi – Festival Danau Sentani (FDS) akan kembali digelar oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura. Event budaya ini sebagai ajang promosi bagi pihak luar tentang pariwisata, budaya, dan ekonomi kreatif lainnya di Kabupaten Jayapura.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jayapura Ted Mokay yang juga sebagai Ketua Panitia FDS 2023 mengatakan, FDS semula direncanakan pada 7-12 Juli 2023, lalu dimajukan lagi pada 5-7 Juli 2023 di kawasan Pantai Wisata Khalkote.
Hal itu berkaitan dengan agenda kunjungan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) RI, Sandiaga Uno, yang dijadwalkan akan berkunjung ke Bumi Khena Mbai U Mbai pada 7 Juli 2023 mendatang, untuk bertemu langsung dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Kabupaten Keerom.
“FDS ini sebagai ajang promosi, jadi setiap orang bisa mengetahui informasi bahwa di sini ada kelompok penari tradisional, usaha ekonomi kreatif, pengrajin, dan keterampilan lainnya,” katanya, saat ditemui di kawasan Pantai Wisata Khalkote, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, Senin (3/7/2023).
Kehadiran Menteri Parekraf, kata Mokay, menjadi momen berharga bagi Kabupaten Jayapura dalam melaksanakan FDS. Hal ini berkaitan juga dengan ketidakpatuhan jadwal dalam penyelenggaraan FDS di Kabupaten Jayapura. Seharusnya, FDS sudah terlaksana pada 19-23 Juni 2023.
“Kami kesulitan dalam koordinasi dengan pemerintah pusat, waktu kunjungan menteri kali ini dimanfaatkan, sekaligus pembukaan fastival,” katanya.
Lanjut mantan Kepala Dinas Pendidikan ini bahwa jadwal dan agenda pelaksanaan FDS nanti sudah mencapai 95 persen. Baik acara maupun stand pameran yang nantinya ditempati oleh dinas terkait, kelompok sadar wisata, usaha ekonomi kreatif maupun pihak swasta lainnya.
“Anggaran yang disiapkan saat ini memang sangat minim dibandingkan gelaran FDS di waktu yang lalu. Sebanyak 1,8 miliar rupiah untuk FDS,” katanya.
Tema FDS saat ini adalah “Sago is my life”, dengan kondisi saat ini, semua diberikan informasi bahwa sagu adalah makanan pokok orang Papua, dalam kenyataannya sagu lebih banyak ditebang dibandingkan ditanam kembali. Pelaksanaan FDS kali ini memang tidak banyak melibatkan pihak luar, dengan limit waktu serta anggaran yang terbatas.
Penyelenggaraan FDS waktu lalu menelan biaya pada kisaran 5 hingga 7 miliar rupiah, oleh sebab itu saat ini dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk kembali lagi secara bersama-sama, mengembalikan event budaya ini menjadi milik bersama untuk secara rutin dilaksanakan dalam tahun-tahun mendatang.
Kepala Kampung Nolokla Antoneta Ohee mengatakan dukungan pihaknya terhadap pelaksanaan FDS kali ini memang sangat minim, karena informasi penyelenggaraan dari panitia baru tiba dua hari lalu setelah ada perubahan tanggal pelaksanaan yang dimajukan.
“Sebagian warga kami kerahkan untuk membersihkan sampah dan lumut di dalam danau di depan panggung kegiatan FDS. Yang lainnya ikut membersihkan kawasan Khalkote di darat dari jalan masuk hingga tempat kegiatan,” katanya.
Kepada panitia FDS, Ohee berharap agar dalam pembagian stand harus merata dan mengedepankan kepentingan kelompok UMKM dari kampung-kampung.
“Dari tahun ke tahun, hal ini sudah bukan barang baru, stand yang tersedia justru diberikan kepada pemerintah distrik, bukan kepada para pengrajin, kelompok sadar wisata, atau kelompok ekonomi kreatif lainnya dari setiap kampung di daerah ini. FDS ini event budaya atau pameran pembangunan,” ujarnya. (*)