Sentani, Jubi – Kinerja petugas Pemadam Kebakaran ( Damkar) di Kabupaten Jayapura disoroti masyarakat, pasalnya bidang Damkar yang berada di bawah Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD) Kabupaten Jayapura, selama ini dinilai sangat lambat merespons laporan masyarakat manakala terjadi kebakaran di Kota Sentani.
Salah satu masyarakat di Sentani, Nelvis Manobi mengatakan, ada beberapa kejadian kebakaran di Kota Sentani, baik Ruko, maupun rumah warga hingga fasilitas umum lainnya. Tetapi respons Damkar sangat lambat, dan biasanya terjadi cekcok dan adu mulut antara masyarakat sekitar tempat kejadian, termasuk korban dengan petugas Damkar.
“Fasilitas damkar hanya satu unit kendaraan, jelas tidak maksimal,” ujar Nelvis saat ditemui di Sentani.Kamis (9/6/2022).
Manobi juga menjelaskan, kepadatan penduduk, penataan tata ruang, serta jumlah fasilitas pendukung agar bisa merespons cepat dalam kondisi genting seperti kebakaran dan bencana alam lainnya di wilayah perkotaan, tidak seimbang.
Menurutnya, fasilitas pendukung untuk tanggap darurat di wilayah perkotaan sama sekali tidak nampak, seperti rambu-rambu informasi bagi masyarakat.
Seharusnya kata dia , Pemerintah Daerah melalui instansi teknis seharusnya profesional mengatasi situasi dan kondisi genting di wilayah perkotaan. “Rasa nyaman, aman, harus terlihat ketika ada banyak aktivitas yang dilakukan di kota. Apalagi dalam waktu dekat ini kabupaten jayapura sebagai tuan rumah pelaksanaan Kongres Nasyarakat Adat Nusantara, ” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Damkar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD) Kabupaten Jayapura, Feliks Ibo menjelaskan, pihaknya sudah mengusulkan 4-5 unit armada Damkar dalam program kerja setiap tahun.
Selain itu juga peningkatan kualitas SDM serta fasilitas pendukung yang representatif dalam menjawab dan merespons semua keluhan masyarakat. “Selalu kami yang disalahkan, dan kami tidak bisa berbuat banyak karena kondisi fasilitas pendukung kita memang seperti yang ada saat ini, “jelas Ibo.
Fasilitas pendukung lainnya, kata Ibo, adalah belum adanya hidran air di tempat – tempat fasilitas publik, bak penampung air di pos jaga juga tidak tersedia.
Selain itu, sumber daya manusianya masih minim, sekretariat atau pos jaga serta sistem informasi tata ruang dan wilayah kota pun tidak ada. “Ketika ada kebakaran, kami selalu berupaya dengan kemampuan yang ada, armada yang sudah tidak bertenaga, mesin pompa yang macet-macet, selang air yang pendek dan tidak bertenaga lagi. Dan kami juga yang jadi sasaran amarah warga karena lambat tiba di tempat kejadian,” ucapnya. (*)
Discussion about this post