Sentani, Jubi – Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Jayapura, Frits Maurits Felle mengatakan Festival Danau Sentani (FDS) adalah ajang atau event yang dikhususkan bagi kelompok masyarakat sebagai pengrajin atau pengusaha ekonomi kreatif (ekraf), serta kelompok seniman dan budaya atau sanggar seni lokal yang ada di Kabupaten Jayapura, untuk menampilkan seluruh potensi yang dimiliki.
“Hasil produksi ekraf dan atraksi budaya yang difestivalkan, lagi pula lokasi di Khalkote itu tidak akan muat seluruh peserta fastivalnya,” ujarnya di Sentani, Senin (10/7/2023).
Dikatakan, konsep pelaksanaan FDS ini harus diubah, harusnya yang melaksanakan FDS adalah masyarakat di kampung-kampung sebagai penerima manfaat, melalui ekraf dan atraksi budaya. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai budaya, atraksi seni dan pementasan serta ekraf itu sendiri.
“Setiap kampung memiliki cara dan tradisinya masing-masing dan ini merupakan kekayaan terbesar kita sebagai masyarakat adat,” katanya.
Menurutnya, sepanjang FDS berlangsung di Pantai Wisata Khalkote, Distrik Sentani Timur, bisa dipastikan FDS ini tidak diikuti oleh sebagian besar masyarakat lokal yang tinggal di kampung yang berada di wilayah Nolo bhu (tengah) dan Waibhu (barat).
“Semua kegiatan FDS terpusat di Pantai Wisata Khalkote, bagaimana dengan mama-mama kita yang berada di Kampung Yakonde, Dondai, Kwadewar, Sosiri dan Kanda, mereka juga bagian dari masyarakat yang hidup di Danau Sentani,” katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah selama pelaksanaan FDS, pemerintah daerah dalam hal ini panitia pelaksana pernah melibatkan mereka yang ada di Nolobhu dan Waibhu.
“Konsep pelaksanaannya yang diubah, festival harus di kampung agar masyarakat bisa menerima manfaat dan dampak ekonominya,” katanya.
Konstant Daimoi sebagai salah satu anggota DPRD Kabupaten Jayapura sekaligus perwakilan masyarakat dari Waibhu (Sentani Barat) mengatakan, selama FDS berlangsung di Pantai Wisata Khalkote, sebagian masyarakat di wilayahnya tidak mengambil bagian dalam perhelatan budaya tersebut.
“Ada tim tari dari Kampung Kwadewar yang biasa mengisi acara di panggung festival, sementara keterlibatan masyarakat untuk ekraf dan lain sebagainya sangat minim,” ujarnya.
Daimoi menambahkan FDS baiknya dilaksanakan langsung di kampung-kampung, karena potensi serta spot wisata yang menjadi daya tarik pengunjung berada di masing-masing kampung.
“Kalau di Khalkote, apa yang ingin dinikmati oleh para pengunjung? Jika festival di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibhu, pengunjung bisa menikmati spot wisata Bukit Tungkuwiri, ada situs megalitik di Bukit Tutari, ada restoran terapung Tamorokai, ada tempat wisata Tanjung Cinta dan lain-lain,” katanya. (*)