Sentani, Jubi – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura, Elisa Yarusabra, mengatakan peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat (KMA) yang ke-9 tahun di Kabupaten Jayapura akan dirayakan dengan meriah dan menghadirkan tari-tarian tradisional serta pentas kuliner oleh sembilan Dewan Adat Suku (DAS).
“Perayaan Hari KMA kali ini akan bersamaan dengan rangkaian kegiatan KMAN VI di Kabupaten Jayapura,” ujar Elisa, di Sentani, Kamis (13/10/2022).
Dikatakan, perayaannya Hari KMA yang ke-9 dilaksanakan pada 24-25 Oktober 2022, di mana masing-masing DAS akan mengirimkan perwakilan dari sejumlah kampung, untuk melaksanakan kirab budaya bersama peserta KMAN VI yang datang dari seluruh Nusantara.
“Rapat pemantapan materi serta pengecekan kesiapan dari setiap utusan kampung sudah kita laksanakan dan semuanya menyatakan siap,” jelasnya.
Menurutnya, peringatan Hari KMA ini sudah rutin dilaksanakan selama delapan tahun sebelumnya dengan agenda kegiatan yang sama, hanya saja pada saat ini bertepatan dengan momen KMAN VI serta Festival Danau Sentani (FDS).
“Semuanya berpusat di Pantai Wisata Khalkote, Distrik Sentani Timur. Sementara kirab budaya diawali dari lapangan makam Theys Eluay Sentani dan finish di Stadion Bas Youwe,” katanya.
Yarusabra sangat berharap adanya komitmen penuh dari masyarakat adat, untuk tetap fokus dan mendukung jalannya kegiatan budaya secara nasional baik itu KMAN VI dan ikut berpartisipasi aktif dalam melaksanakan peringatan Hari KMA di Kabupaten Jayapura serta FDS.
“Pesta budaya ini, katakanlah dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Semua wajib terlibat aktif,” harapnya.
Sementara itu, Koordinator DAS Kabupaten Jayapura, Daniel Toto, mengatakan peringatan Hari KMA tahun ini akan sangat berbeda dengan delapan tahun sebelumnya, karena diikuti dan disaksikan langsung oleh ribuan masyarakat adat yang datang dari seluruh pelosok Nusantara.
“Ini Oktober berkah bagi masyarakat adat, bisa berkumpul dengan seluruh saudara setanah air dan membahas semua pergumulan hidup dan budaya yang dialami setiap komunitas masyarakat adat di Indonesia,” ujarnya. (*)