Jayapura, Jubi – Sagu bakar menjadi salah satu makanan khas di Papua. Namun, tidak banyak Orang Asli Papua atau OAP berjualan penganan itu di Kota Jayapura.
Salah satu OAP yang masih menjual sagu bakar di Kota Jayapura ialah Nela Maniani, 55, tahun. Dia berjualan di Pasar Hamadi dan memproduksi sendiri camilan tersebut.
“Pembakarannya bergantung dari jumlah bambu [yang tersedia]. Kalau ada 200 bambu, bisa bikin sampai 200 [sagu bakar]. Cuma nanti saya iris lagi [sagu bakarnya] menjadi dua [setiap bambu] dengan ukuran [masing-masing sekitar] sejengkal,” kata Maniani, Kamis (19/10/2023).
Maniani mengolah penganan itu dari sagu basah atau sagu mentah. Bahan baku tersebut ditapisnya hingga bersih sebelum diolah menjadi sagu bakar.
Sagu bakar yang dijual Maniani ada yang berisikan gula merah beserta parutan kelapa. Selain memakai bambu berukuran ruas sekitar 0,5 sentimeter, Maniani menggunakan mal yang terbuat dari tanah liat sebagai cetakan sagu bakar.
“Dalam sehari, saya bisa bikin sagu bambu [sagu bakar dengan cetakan bambu] sekitar 2-3 [bekas] ember cat. Untuk sagu forno [sagu bakar dengan cetak mal tanah liat], itu bisa [bikin hingga] 100 [buah],” kata Maniani.
Maniani berjualan sagu bakar sekitar 20 tahun. Hasil usaha itu digunakannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan tujuh anak.
Sagu bakar biasa diproduksi dan digemari warga dari daerah pesisir atau kepulauan di Papua. Daerah itu, di antaranya Biak, Serui, Waropen, dan Sarmi.
Adomina Fonataba, 60 tahun, yang juga berjualan sagu bakar di Pasar Hamadi mengaku memproduksi sendiri barang dagangannya. Namun, dia pun sering mendatangkan sagu bakar dari Kota Serui di Kepulauan Yapen.
“Ada juga buat sendiri. Itu kalau ada bahan dasar sagunya [sagu basah],” ujar Fonataba.
Fonataba menjual sagu forno biasa seharga Rp25 ribu sebungkus, dan Rp30 ribu untuk sebungkus sagu forno yang berisikan campuran gula merah beserta parutan kelapa. Setiap bungkus tersebut berisikan tujuh potong sagu bakar. Dalam sehari, Fonataba biasa mendapat Rp100 ribu hingga Rp500 ribu dari berjualan kedua jenis sagu bakar itu.
“Yang sering laku cepat itu sagu forno dengan campuran gula merah dan kelapa. Saya bisa dapat sampai Rp200 ribu hingga Rp500 ribu sehari,” katanya.
Fonataba juga menjual sagu basah, sapu lidi, sisir bambu, minyak kelapa, dan ramuan herbal dari sarang semut di lapak dagangannya di Pasar Hamadi. Hasil usaha itu digunakannya untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan tiga anak. (*)