Sentani, Jubi – Tingkat Okupansi atau hunian kamar pada sejumlah hotel di Kabupaten Jayapura, Papua bervariasi, namun rata-rata tingkat okupansinya berada pada kisaran 20 hingga 50 persen dari jumlah keterisian kamar yang tersedia pada tiap hotel.
Fadli Trian Putra, Chief Accounting pada Hotel Grand Papua di Sentani pada Kamis (14/9/2023) mengatakan, dalam triwulan ketiga tahun ini, tingkat hunian kamar di hotel mereka rata-rata pada kisaran 50-55 persen.
Hal senada dikatakan Marlina Bustami, Manajer Grand Alison Sentani bahwa dalam triwulan ketiga, tingkat okupansi di hotel tersebut masih di bawah 50 persen.
“Masih rendah, sekitar 20 persen dari 143 kamar yang tersedia,” kata Marlina Bustami kepada Jubi di Sentani pada Kamis.
Marlina mengakui memang ada kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan. Untuk jumlah okupansi sesungguhnya ia belum mengetahui angka pastinya, karena masih mempelajari tren tamu yang memilih menginap di hotel mereka.
Untuk menambah jumlah hunian tamu yang menginap di hotel Grand Alison Sentani, pihaknya bekerja sama dengan travel atau agen perjalanan atau bisa juga memaksimalkan aplikasi market mobile atau pemasaran dan penawaran secara online. Marlina mengatakan untuk kerjasama dengan pemerintah maupun perusahaan memang tidak ada.
“Kerja sama kami dengan pihak lain tidak ada, tapi kami sesuaikan dengan jumlah permintaan atau kebutuhan akan permintaan kamar, kami pasti siapkan,” katanya.
Harmanto Nur Widjanarko, General Manager Grand Tahara Sentani Hotel & Convention mengatakan okupansi di hotel mereka dalam triwulan ketiga mencapai 35 persen hingga 45 persen.
” Dalam tiga bulan pertama pada tahun ini tingkat hunian di hotel kami masih di angka 40-45 perse dan pada 3 bulan terakhir di triwulan ketiga ada kenaikan di angka 50 hingga 60 persen,” ujarnya
Nur mengatakan suhu politik yang adem, turut berdampak pada kunjungan tamu ke Sentani, Kabupaten Jayapura. Selain itu mereka memberikan servis ekstra atau pelayanan prima dalam memanjakan para tamu. Salah satunya dari sisi harga yang ditawarkan untuk menginap semalam cukup terjangkau. “Harga dari kami [per malam menginap] yang fleksibel sesuai bujet dari para tamu,” ujarnya
Nur mengeklaim tingkat okupansi di hotel mereka naik sekitar 10 persen dari triwulan kedua tahun ini. Jumlah itu diperoleh dari total 87 kamar yang tersedia. Misalnya kamar standar, smart, superior, deluxe dan super deluxe.
“Berbagai tipe kamar yang kami sediakan sangat memanjakan tamu seperti menginap di rumah sendiri,” ujarnya.
Nur menambahkan pemekaran daerah otonom baru (DOB) ikut mempengaruhi dalam hal penggunaan paket meeting atau rapat yang disediakan hotel.
“Biasanya pemerintah melakukan meeting (pertemuan) di sini, tapi sekarang sudah tidak seramai dulu,” katanya.
Nur mengatakan berbagai cara ditempuh agar pendapatan hotel tetap terpenuhi, salah satunya lewat kerja sama dengan maskapai penerbangan.
“Jadi kalau ada pesawat dari maskapai tertentu delay [molor dari jadwal berangkat], kru dan penumpangnya bisa bermalam di hotel kami,” katanya.
Selain itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan perusahaan taksi bandara. “Jadi kalau taksi tersebut mengantar tamu atau penumpang ke hotel kami, mereka [sopir taksi] ada diberikan fee (bonus biaya),” ujarnya.
“Tapi khusus tamu yang belum memesan kamar sebelumnya,” kata Nur Widjanarko. (*)