Sorong, Jubi – Sejumlah pemuda adat yang tergabung dalam Konfederasi Selamatkan Tanah, Hutan, dan Manusia Papua atau KSTHMP berkolaborasi dengan Lembaga Nanki Papwouwti Ksih Papi atau LNPKP Distrik Sayosa Timur, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, mengadakan pemutaran film dokumenter “Bagaimana Nasib Orang Asli Papua Pasca-DOB?” dan diskusi bersama masyarakat dari enam kampung di Distrik Sayosa Timur, pada Senin (4/11/2024).
Ketua LNPKP Distrik Sayosa Timur Yordan Malamuk mengatakan, film tersebut juga mengangkat berbagai isu seperti tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat Papua, termasuk dampak dari pembangunan ekstraktif dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) di wilayah mereka.
“Film ini sangat bermanfaat bagi kami, terutama bagi para pemuda dan masyarakat di kampung yang tinggal di Tanah Sayosa Raya. Hutan kami sudah dirampas dan dieksploitasi oleh investor kelapa sawit dan penebangan kayu,” katanya.
Ia berharap lewat penayangan film ini, dapat menjadi sumber pengetahuan dan penyadaran bagi masyarakat setempat. “Kami bertekad untuk menjaga tanah kami dan menolak segala bentuk transmigrasi yang didatangkan ke Papua. Kami menolak segala bujukan dari Jakarta atas nama pemerintah pusat,” ujarnya.
Terkait transmigrasi, ia mendesak agar pemerintah harus menghentikan program tersebut. “Hutan dan tanah kami cukup untuk kebutuhan berkebun kami sendiri. Kami lelah hidup berdampingan dengan transmigran, yang mendapat perhatian lebih dari pemerintah, sementara kami sebagai pemilik tanah sering terabaikan,” ujarnya.
Salah seorang perempuan adat setempat, Soraya Doo, yang hadir dalam pemutaran film menyoroti pentingnya peran perempuan dalam menjaga hutan dan SDA.
“Perempuan memiliki peran penting dalam mengelola hutan dan berkontribusi dalam pertumbuhan sosial masyarakat adat. Kami memiliki pemahaman yang mendalam tentang sumber daya alam, dan sering kali berada di garis depan dalam melawan eksploitasi dan alih fungsi hutan,” katanya.
Menurutnya, peran perempuan tidak hanya terbatas pada tugas domestik, tetapi juga memengaruhi keputusan adat. “Atau sebagai aktor penting di belakang layar,” katanya.
Pemuda dan masyarakat Sorong tegas menolak transmigrasi
Pemuda dan masyarakat Kabupaten Sorong menyatakan penolakan tegas, terhadap program transmigrasi dan segala bentuk investasi yang masuk ke seluruh wilayah Papua. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah pertemuan yang diadakan pada Selasa (5/11/2024) di Sorong, yang bertujuan untuk menyuarakan keprihatinan masyarakat terhadap masa depan tanah air mereka.
“Kami pemuda dan masyarakat di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, menolak transmigrasi ke Tanah Papua. Hutan kami cukup untuk berkebun dan diwariskan untuk anak cucu kami. Kami tidak mau mewariskan air mata dan kutukan bagi generasi kami,” ujar salah satu pemuda adat yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Menurut Yordan Malamuk, penolakan tersebut bukan hanya sekadar protes, tetapi juga merupakan upaya nyata, untuk melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat adat Papua. Mereka menekankan pentingnya menjaga hutan sebagai sumber kehidupan dan warisan untuk generasi mendatang.
“Maka itu kami dengan tegas menolak transmigrasi dan segala bentuk investasi ke seluruh Tanah Papua,” katanya.
Ia menyatakan bahwa transmigrasi telah membawa dampak negatif bagi ekosistem hutan, dan kehidupan masyarakat asli. “Transmigrasi sering kali disertai dengan eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab. Investasi besar tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan, akan merusak habitat alami dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat,” katanya.
Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peduli dan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. “Kita harus bersama-sama melindungi Tanah Papua dari berbagai bentuk ancaman. Hutan adalah paru-paru dunia dan sumber kehidupan kita. Jika kita membiarkan hutan terus dirusak, masa depan anak cucu kita akan sangat terancam,” ujarnya.
Selain itu, para peserta pertemuan juga membahas strategi untuk menyuarakan penolakan mereka secara lebih luas, termasuk melalui media sosial, demonstrasi damai, dan dialog dengan pemerintah daerah serta pusat. Mereka berharap agar pemerintah dapat mendengarkan aspirasi masyarakat adat, dan mencari solusi yang berpihak pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Kegiatan ini diakhiri dengan komitmen bersama untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka dan menjaga keutuhan alam Papua. “Kami tidak akan mundur dalam upaya melindungi tanah air kami. Papua adalah rumah kami, dan kami berhak menentukan masa depan kami sendiri,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!