Jayapura, Jubi – Masyarakat adat Suku Awyu mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau PTTUN Manado yang menolak banding terkait gugatan mereka atas izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana Lestari yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua. Kasasi itu diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jayapura di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Kamis (14/3/2024).
Hal itu disampaikan anggota Tim Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua selaku penasehat hukum masyarakat adat Suku Awyu, advokat Emanuel Gobay. “Saat ini kami baru saja melakukan pendaftaran kasasi. Itu artinya kita sudah melewati beberapa tahapan di PTUN Jayapura, kemudian banding, [dan] ke tahapan kasasi,” kata Gobay.
Perkara itu terkait izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan DPMPTSP Papua untuk perkebunan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL. Izin yang digugat masyarakat adat Suku Awyu itu mencakup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 36.096,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan. Masyarakat adat Suku Awyu selaku penggugat menyatakan izin itu diterbitkan tanpa sepengetahuan mereka.
Pada 2 November 2023, majelis hakim yang yang dipimpin Merna Cinthia SH MH bersama hakim anggota Yusup Klemen SH dan Donny Poja SH menyatakan gugatan masyarakat adat Suku Awyu tidak beralasan hukum dan ditolak. Pada 22 November 2023 Tim Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua selaku penasehat hukum masyarakat adat Suku Awyu mengajukan banding ke PTTUN Manado.
Pada 29 Februari 2024 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Manado menyatakan menolak banding karena permohonan gugatan penggugat telah lewat waktu sembilan puluh hari/daluwarsa sejak diketahuinya surat keputusan objek sengketa. PTTUN Manado juga menyatakan permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa ditolak.
Emanuel Gobay mengatakan pada Kamis pihaknya telah melampirkan berbagai dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan kasasi. “Kami tadi sudah masukkan syarat-syarat, dan yang tadi kami masukkan bukan hanya dari Frengky Woro [mewakili masyarakat adat Awyu], tetapi juga Penggugat Intervensi 1 dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Penggugat Intervensi 2 dari Walhi. Berkas kami sudah diterima,” ujar Gobay.
Gobay mengkritik majelis hakim PTTUN Manado menolak banding masyarakat adat Suku Awyu karena alasan telah melewati waktu/kadaluarsa. Gobay menyatakan memori banding yang disampaikan melalui PTUN Jayapura diterima dan diproses.
“Menjadi aneh ketika PTUN Jayapura menerima dan PTTUN Manado menolak hanya karena waktu. Perlu saya tegaskan bahwa ini dia tidak masuk ke pokok perkara. Pertanyaannya, kenapa hakim PTTUN Manado tidak mau masuk ke pokok perkara?” Gobay bertanya.
Menurut Gobay, para anggota majelis hakim PTTUN Manado yang memeriksa dan mengadili permohonan banding masyarakat adat Suku Awyu tak satupun berlisensi hakim lingkungan. Gobay mengatakan masyarakat adat Awyu sangat kecewa dengan putusan banding PTTUN Manado itu.
“Kami sangat kecewa dengan putusan hakim PTTUN Manado. Setelah kami telusuri rupanya tiga majelis hakim memeriksa perkara itu tidak berlisensi hakim lingkungan. Perlu [ada] evaluasi di tingkat Mahkamah Agung, karena pengadilan tinggi tidak ada hakim lingkungan yang memeriksa perkara lingkungan hidup,” katanya.
Gobay mengatakan putusan banding itu berdampak terhadap kehidupan masyarakat adat Suku Awyu. Ia berharap majelis hakim Mahkamah Agung yang memeriksa permohonan kasasi masyarakat adat Suku Awyu memberikan putusan yang adil. “Saya mohon dalam pemeriksaan tingkat kasasi, hakim lebih serius,” katanya. (*)
Discussion about this post