Merauke, Jubi – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendestrans), Abdul Halim Iskandar mengklaim penolakan program transmigrasi di Papua bukan disuarakan mayoritas masyarakat di wilayah Provinsi Papua.
Mendestrans Abdul Halim Iskandar menyatakan hal tersebut saat menanggapi isu penolakan transmigrasi di wilayah Papua kepada wartawan di Kabupaten Merauke, Papua Selatan pada Selasa (13/12/2022).
“Jadi begini (penolakan transmigrasi), itu kan isu. Penolakan itu setelah kita dalami hanya sebagian, bukan oleh mayoritas. Itu sesuatu yang wajar. Jangankan urusan transmigrasi, urusan di sektor lain pun yang sangat bagus saja kadang-kadang masih ada penolakan oleh sekelompok orang,” kata Iskandar.
Terkait penolakan program transmigrasi tersebut, Mendestrans Iskandar menyatakan pemerintah akan semaksimal mungkin membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat di daerah, agar program dan kegiatan transmigrasi dapat berjalan dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Iskandar menjelaskan bahwa transmigrasi perlu dimaknai dalam artian yang luas. Transmigrasi bukan hanya perpindahan penduduk dari sebuah daerah ke daerah lain, tapi juga ada transmigrasi lokal. Dengan kata lain perpindahan penduduk dalam satu lingkungan daerah (bukan dari daerah lain).
“Misalnya di Papua, itu ada dari daerah asal di luar Papua, tapi ada juga warga trans yang kita ambil dari daerah Papua,” ujarnya.
“Berikut model transmigrasi ke depan. Rumah transmigran itu tidak boleh lagi kotak-kotak seperti sekarang, tapi harus mengikuti model rumah adat. Jadi sejak awal sejak perencanaan itu sudah menyatu dengan tatanan adat budaya masyarakat setempat,” sambungnya.
Menyoal kesenjangan kesejahteraan antara warga transmigrasi dan nontransmigrasi, Mendestrans Iskandar menegaskan bahwa persoalan kesejahteraan bukan karena adanya program transmigrasi.
Menurut Iskandar, kesejahteraan masyarakat erat kaitannya dengan etos kerja, karakteristik masyarakat dan adat budaya.
“Kita temukan memang (kesenjangan kesejahteraan), itu erat kaitannya dengan etos kerja. Bukan masalah trans atau nontrans. Ini yang harus diluruskan. Masalah budaya, etos kerja dan karakteristik juga menjadi indikator untuk mencapai kesejahteraan,” tuturnya.
Iskandar menambahkan, 72 tahun program transmigrasi telah membuktikan bahwa program transmigrasi memberikan dukungan yang sangat positif bagi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan pendekatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
“Terbukti dengan sejak dimulainya transmigrasi sampai dengan hari ini sudah ada dua provinsi dari daerah trans, lalu 114 kabupaten yang berasal dari daerah trans, dan 454 kecamatan. Itu artinya bahwa 72 tahun saja dengan program transmigrasi sudah bisa mewujudkan pusat-pusat pemerintahan pada setiap levelnya,” imbuhnya.
Plt Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemendestrans, Rajumber Prihatin dalam laporannya pada momentum Hari Bakti Transmigrasi ke-72 di Kabupaten Merauke pada Senin (12/12/2022) kemarin, melaporkan bahwa kawasan transmigrasi telah menyediakan 4,7 juta hektar lahan. Di sektor pertanian dan perkebunan seluas 3,3 juta hektar untuk komoditas padi, 390.32 hektar untuk komoditas jagung, dan 1,14 juta hektar untuk lahan sawit.
Untuk hilir ekonomi di kawasan transmigrasi, Kemendestrans telah mendorong industrialisasi pengelolaan hasil pertanian dan perkebunan sebanyak 22 pabrik kelapa sawit, satu pabrik serbuk karet, empat pabrik kakao dan lain-lain.
“Warga transmigran bersama-sama dengan masyarakat sekitar transmigrasi telah difasilitasi oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi hingga terbentuk 10.668 kelompok tani, 1.135 koperasi, 495 pasar, 812 badan usaha milik desa, dan 50 kawasan sentral produksi CPO,” sebut Prihatin. (*)