Jayapura, Jubi – Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia menyatakan mengutuk teror peledakan bom yang diduga menyasar rumah jurnalis Jubi, Victor C Mambor di Kota Jayapura pada Senin (23/1/2023) dini hari. AJI Indonesia mendesak Dewan Pers membentuk satuan tugas khusus untuk turun ke lapangan dan mengusut teror bom itu.
Hal itu dinyatakan Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim dalam keterangan pers Komite Keselamatan Jurnalis bersama sejumlah organisasi profesi jurnalis yang berlangsung secara daring pada Selasa (24/1/2023). “AJI Indonesia mengutuk serangan teror bom yang menyasar Victor Mambor. Victor Mambor adalah anggota Majelis Pertimbangan Organisasi AJI dan jurnalis Jubi. Jubi kita tahu sering membuat pemberitaan yang kritis tentang situasi di Papua,” kata Sasmito.
Sasmito menyatakan dugaan bahwa teror bom di depan rumah Victor Mambor itu menyasar Victor Mambor didasarkan kepada fakta serangan digital berupa pengungkapan identitas pribadi Victor Mambor di media sosial. Doxing itu juga diikuti dengan perusakan mobil Victor yang terparkir di depan rumahnya.
Ketika kasus itu diadvokasi oleh AJI Jayapura, justru terjadi perusakan mobil terhadap Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw. Sasmito menyatakan kasus perusakan mobil Victor Mambor dan Lucky Ireeuw pada tahun 2021 itu telah dilaporkan kepada polisi, akan tetapi hingga kini tidak ada titik terang atas kasus.
“Ini pola yang sama, yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Itu semakin menguatkan dugaan bahwa Victor menjadi target [serangan karena] aktivitas jurnalistik yang berkaitan dengan Jubi maupun aktivitasnya di AJI. Apa yang dilakukan polisi sangat mengecewakan. Kasus perusakan mobil Victor maupun Lucky tidak ada tindak lanjut yang jelas. Kami melihat ada pembiaran atas kasus serangan terhadap jurnalis di Papua,” kata Sasmito.
AJI Indonesia mendesak Dewan Pers membentuk satuan tugas khusus untuk turun ke lapangan dan menyelidiki kasus teror bom di depan rumah Victor Mambor. Sasmito mengingatkan bahwa intensitas serangan terhadap Victor Mambor telah meningkat dari serangan digital, perusakan mobil, hingga kini berupa peledakan bom rakitan di depan rumahnya.
“Ini skala serangan semakin masif dan membahayakan jiwa. Dewan Pers perlu turun ke lapangan, melakukan investigasi, dan bertemu dengan aparat penegak hukum di Jayapura [untuk memastikan] jangan sampai perlakuan kasus [teror bom] itu sama dengan 2 laporan kasus teror terhadap jurnalis yang terjadi pada 2021. Dewan Pers harus turun dan membentuk satuan tugas anti kekerasan,” tegas Sasmito.
Ia mengingatkan bahwa kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis akan merugikan publik, bahkan pemerintah, karena membuat publik dan pemerintah kehilangan informasi independen yang dihasilkan kerja jurnalistik jurnalis. “Itu akan memperburuk iklim kemerdekaan pers di Papua. Kita tahu indeks kebebasan pers yang disusun Dewan Pers maupun RSF memberi cukup banyak catatan atas kondisi kebebasan pers di Papua yang buruk. Yang menjadi korban dari buruknya kemerdekaan pers di Papua adalah publik, karena publik tidak akan mendapatkan informasi yang valid seputar Papua. Pemerintah juga akan dirugikan, karena tidak bisa membuat kebijakan yang tepat jika tidak memiliki informasi dari jurnalis,” kata Sasmito. (*)