Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan atau APIK Jayapura, Nur Aida Duwila menyatakan prajurit TNI AD yang diduga melakukan penganiayaan terhadap 3 anak di Pos Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz, Kabupaten Keerom harus diproses hukum. Proses hukum penting guna memastikan ada efek jera bagi pelaku.
Nur Aida Duwila menyatakan penganiayaan terhadap tiga anak di Keerom itu melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. “Penganiayaan terhadap anak itu pelanggaran hak asasi anak,” kata Nur kepada Jubi, pada Rabu (2/11/2022).
Rahmat Paisei (14) bersama Bastian Bate (13), dan Laurents Kaung (11) diduga dianiayai di Pos Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain, Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom pada Kamis (27/10/2022). Ketiga anak itu dianiayai menggunakan rantai, gulungan kawat dan selang air.
Nur menyatakan sebagai orang dewasa seharusnya para prajurit TNI AD paham memperlakukan anak-anak. Menurut Nur, apapun kesalahan yang dilakukan ketiga anak itu tidak bisa dijadikan pembenaran bagi prajurit TNI AD untuk melakukan penganiayaan terhadap mereka.
“Sesalah apapun anak-anak itu, caranya bukan melakukan penganiayaan terhadap mereka. Saya tidak paham mengapa sampai seperti itu. Mengapa sampai diperlakukan seperti itu? Sebagai orang dewasa, kita paham bahwa kita tidak boleh melanggar hak anak dengan melakukan kekerasan terhadap anak,” ujarnya.
Menurut Nur, jika tiga anak ini melakukan kesalahan, seharusnya prajurit TNI menunjukan kesalahan itu bukan melakukan kekerasan. “Anak itu generasi emasnya kita. Apa lagi itu anak Papua, generasi emas Papua. Andai mereka salah, tunjukan salah mereka seperti apa? Bukan menunjukan dengan cara melakukan kekerasan terhadap mereka,” katanya.
Nur menyatakan pihaknya akan membentuk koalisi untuk mengawal proses hukum kasus itu. Ia juga telah meminta bantuan dari Yayasan Pendampingan dan Pemberdayaan Masyarakat Papua untuk membantu pemulihan psikososial untuk ketiga anak ini.
“Proses hukum harus jalan, nanti seperti apa akhirnya, kami tidak tahu. Setidaknya kita lihat ketiga anak itu dulu. Psikis pun saya yakin mereka sakit juga, tapi kan tidak terlihat. Saya sudah ketemu dengan orangtuanya Rahmat dan Bastian, yang belum itu [bertemu orangtua] Laurents. [Untuk] anak tiga itu, kami komitmen untuk membentuk tim untuk mendampingi mereka,“ ujarnya.
Lidia Mofu dari Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Sosial Kabupaten Keerom menyatakan penganiayaan terhadap tiga anak itu tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. “Kita tidak bisa proses secara kekeluargaan, itu kan main hakim sendiri. Anggota TNI AD sekalipun tidak punya kapasitas untuk main hakim sendiri. Ada pihak kepolisian yang punya kewenangan untuk tangani itu,” kata Mofu kepada Jubi, pada Rabu (2/11/2022).
Mofu menyatakan pihaknya telah meminta bantuan dari LBH APIK dan Komnas HAM Papua untuk bersama-sama mengawal kasus itu hingga selesai. Menurut Mofu kasus penganiayaan ini harus diproses hukum guna memberikan efek jera bagi pelaku.
“Itu sudah melanggar hak asasi anak. Mau tidak mau, proses hukum berlanjut supaya ada efek jera. Tidak satupun orang di republik ini kebal hukum, sekalipun dia anggota TNI. Kalau berbuat salah, [harus diproses] sesuai dengan sanksi yang berlaku,” ujarnya.
Mofu menyampaikan kondisi Rahmat Paisei belum membaik. Sementara dua temannya Bastian Bate dan Laurents Kaung sudah membaik dan menjalani rawat jalan.
Ibu Rahmat Paisei, Elvi Yoku menyatakan anaknya telah diizinkan dokter untuk pulang pada Senin (31/11) pagi. Sesuai saran dokter, Yoku kemudian membawa Rahmat kembali ke rumah di Arso 2, Kabupaten Keerom. “Hasil foto (badan Rahmat) dokter bilang tidak apa-apa di bawa pulang,” kata Yoku kepada Jubi, pada Rabu (2/11/2022).
Akan tetapi, setelah pulang, kondisi Rahmat kembali memburuk. Yoku menuturkan Rahmat mengalami kejang-kejang, susah bernafas, dan tidak bisa makan. Ia kemudian membawa anaknya kembali ke Rumah Sakit Angkatan Daerat Marthen Indey pada Senin (31/10/2022).
“Sudah bawa pulang, tapi drop, bawa masuk lagi. Senin pagi bawa pulang diantar pulang masuk malam karena kejang-kejang lagi. Belum bisa makan, perutnya membengkak, tidak tau angin kah apa? Dia kaya susah bernafas. Makan belum bisa, masih bantuan pasang infus,” ujarnya.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Kav Herman Taryaman pada Selasa (1/11/2022) menyatakan Polisi Militer Kodam atau Pomdam XVII/Cenderawasih telah menetapkan 32 prajurit TNI AD sebagai terperiksa dalam kasus penganiayaan tiga anak di Kabupaten Keerom. Akan tetapi, dari 32 terperiksa itu, baru delapan orang yang telah menjalani pemeriksaan Pomdam.
“Pomdam XVII/Cenderawasih sampai saat ini masih melakukan proses penyelidikan. Sampai dengan saat ini memang kurang lebih sekitar 32 terperiksa. Tetapi yang sudah diperiksa 8 prajurit, dan sisanya secara berkelanjutan akan dipanggil untuk dimintai keterangan,” ujarnya. (*)