Jayapura, Jubi – Amnesty International Indonesia meminta pemerintah pusat menunda dulu rencana penambangan Blok Wabu di Intan Jaya, Papua, Sampai ada sebuah persetujuan dari masyarakat asli Papua. Setidaknya melalui Majelis Rakyat Papua.
Hal itu disampaikan Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam Media Briefing “Perkembangan Pembentukan Daerah Otonomi Baru Pasca Pertemuan dengan Istana” yang diselenggarakan Public Virtue secara daring pada, Rabu (27/04/2022).
Menurut Usman jika tidak ada persetujuan dari masyarakat asli Papua, maka hanya akan meningkatkan tindakan kekerasaan terhadap masyarakat asli Papua. Itu akibat adanya kehadiran militer yang dipakai mengamankan wilayah pertambangan tersebut.
Usman menyampaikan, pemerintah berkewajiban pemerintah pusat setidaknya harus menjalankan tiga kewajiban kepada orang asli Papua. Di antaranya kewajiban menyampaikan informasi, mengkonsultasikan, memperoleh persetujuan ketika pemerintah pusat membuat suatu kebijakan tentang Papua. Pasalnya sejak 2001 pemerintah pusat memberikan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Tiga kewajiban ini dimaksudkan untuk dapat memenuhi hak-hak orang asli Papua atau hak asasi manusia orang-orang di Papua baik sebagai manusia, warga negara yang dijamin dalam konstitusi maupun satuan-satuan masyarakat adat yang diakui UUD RI,” katanya.
Dalam laporan berjudul “Perburuan Emas: Rencana Penambangan Blok Wabu Berisiko Memperparah Pelanggaran HAM di Papua.” Amnesty Internasional mendokumentasikan penambahan aparat keamanan dalam jumlah mengkhawatirkan di daerah pemekaran sejak 2019. Dari semula hanya dua pos militer, meningkat menjadi 17 pos militer.
Amnesty juga mencatat setidaknya terjadi 12 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat keamanan. Termasuk peningkatan pembatasan kebebasan bergerak, pemukulan dan penangkapan yang kerap dialami oleh OAP setempat.
“Kalau pemerintah tidak mendengarkan aspirasi masyarakat maka eskalasi konflik, kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua bisa meningkat,” ujarnya.
Usman menyarankan pemerintah harus fokus terlebih dahulu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Baik yang terjadi di masa lalu maupun pasca reformasi. Sebab rentetan tragedi kemanusiaan itu membangkitkan kenangan pahit,kelam dan penderitan orang asli Papua.
Sementara itu, Fitriani menyampaikan jika terjadi pemekaran akan ada penambahan Kodam-kodam baru. hal itu kian membuat masyarakat semakin trauma. Karena pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi belum diselesaikan dengan adil hingga saat ini.
“Jika setelah adanya pemekaran dan dibentuk Kodam baru akan menghadirkan kekhawatiran, ketakutan, dan kesalahpahaman yang baru mungkin tidak seperti yang tidak dicita-citakan pemerintah yang ingin membuat tata kelola pemerintah yang lebih rapi,” ujar Peneliti Departemen Hubungan Internasional pada lembaga Think Tank Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu.
Menurutnya, jika pemekaran berlanjut terlalu cepat tanpa konsultasi dan tanpa ada kesiapan di tingkat daerah, maka itu dapat meningkatkan ketidak amanan, keresahan, kekerasan dan rangkaian konflik baru. (*)
Discussion about this post