Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua diberi waktu hingga 18 Januari 2024 untuk mengumpulkan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Papua dan tiga provinsi hasil pemekaran Papua Papua guna membahas penyediaan anggaran pembayaran tunggakan beasiswa Siswa Unggul Papua.
Hal itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Sabtu (13/1/2024). “Itu berdasarkan hasil rapat di Kementerian Dalam Negeri. Itu rapat penyelesaian masalah beasiswa Siswa Unggul Papua,” ujarnya.
Reba mengatakan rapat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta itu dilaksanakan pada 11 Januari 2024. Reba mengatakan rapat itu dipimpin Wakil Menteri Dalam Negeri, dan dihadiri Pelaksana Harian Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Provinsi Papua, Penjabat Gubernur Papua Selatan, Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tengah, Penjabat Gubernur Papua Pegunungan.
Hadir pula Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset Dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi Papua Barat Daya, Penjabat Bupati Jayawijaya, Bupati Mimika, Penjabat Wali Kota Jayapura, Wakil Bupati Merauke, Ketua Komisi V DPR Papua, Direktur Perencanaan Daerah dan Asisten Perekonomian Dan Pembangunan Sekda Papua Barat Daya.
Reba mengatakan rapat itu menghasilkan tujuh kesepakatan. Diantaranya, Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah tiga provinsi baru akan mengordinasikan bantuan keuangan dari pemerintah kabupaten/kota masing-masing untuk membiayai beasiswa Siswa Unggul Papua. Mulai tahun 2024 dan seterusnya, besaran alokasi anggaran masing-masing pemerintah daerah akan disepakati bersama.
Setidaknya terdapat 1.347 mahasiswa yang berkuliah di dalam negeri dan 276 mahasiswa yang berkuliah di luar negeri dengan beasiswa Siswa Unggul Papua, program beasiswa khusus bagi Orang Asli Papua. Ribuan mahasiswa penerima beasiswa Unggul Papua dari Provinsi Papua dari Kota Jayapura (636 mahasiswa), Kabupaten Jayapura (472 mahasiswa), Kabupaten Biak Numfor (238 mahasiswa), Kabupaten Kepulauan Yapen (105 mahasiswa), Kabupaten Supiori (59 mahasiswa). Ada juga mahasiswa dari Kabupaten Keerom (38 mahasiswa), Kabupaten Sarmi (37 mahasiswa), Kabupaten Mamberamo Raya (23 mahasiswa) dan Kabupaten Waropen (15 mahasiswa).
Ribuan penerima beasiswa Siswa Unggul Papua itu terancam putus kuliah gara-gara Pemerintah Provinsi Papua tidak kunjung membayar biaya kuliah maupun biaya hidup periode Juli – Desember 2023. Pemerintah Provinsi Papua menyatakan tidak memiliki cukup anggaran untuk membayar tunggakan itu, karena berkurangnya nilai Dana Otonomi Khusus Papua yang mereka kelola dan pembentukan tiga provinsi baru.
Reba berharap Pemerintah Provinsi Papua bekerja seefektif mungkin, agar tunggakan beasiswa Siswa Unggul Papua segera dibayar. Ia mengatakan para orangtua penerima beasiswa Siswa Unggul Papua akan tetap bertahan di Kantor Gubernur Papua hingga tunggakan itu dibayar.
“Kita tetap standby di sini [Kantor Gubernur Papua]. Lebih penting anak-anak pu rekening bunyi. Pemerintah harus segera lakukan kesepakatan. Ada batasan-batasan waktu tunggakan diselesaikan sampai 18 Januari 2024,” katanya.
Tidak dideportasi
Reba mengatakan 24 mahasiswa beasiswa Siswa Unggul Papua di Amerika Serikat yang terancam dideportasi karena tunggakan uang kuliah mereka tidak terbayar pada 5 Januari 2024 akhirnya tidak jadi dideportasi. Reba mengatakan 24 mahasiswa itu adalah 20 mahasiswa yang berkuliah di Corban University dan empat mahasiswa yang berkuliah di Missouri University.
Menurut Reba, kedua kampus tidak mengeluarkan para mahasiswa setelah Pemerintah Provinsi Papua menyatakan akan membayar tunggakan uang kuliah para mahasiswa. Hal itu dinyatakan Pemerintah Provinsi Papua dalam rapat bersama di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (11/1/2024).
“Jadi sudah ada pertemuan dengan KBRI di Washington, ada perwakilan Pemerintah Provinsi Papua, pihak kampus, dan kedutaan. Mereka sudah sepakat pemerintah Provinsi Papua akan menyelesaikan tunggakan paling lambat 18 Januari 2024,” ujarnya.
Reba mengatakan pihak kampus telah mengizinkan mahasiswa untuk melanjutkan studi mereka, sambil menunggu pelunasan beasiswa oleh Pemerintah Provinsi Papua. Reba berharap berharap pemerintah bekerja efektif dan taat terhadap kesepakatan itu.
“Kepercayaan kampus terhadap pemerintah itu harus dijaga. Selama ini tidak ada pernyataan, sehingga kampus mau ambil langkah deportasi. Pemerintah sudah siap menyelesaikan tunggakan itu, maka kampus memberikan kesempatan dan membuka akun-akun mahasiswa yang diblokir, dan mahasiswa diminta melanjutkan studi,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!