Jayapura, Jubi – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (4/7/2023) melanjutkan sidang perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 Pemerintah Kabupaten Mimika yang didakwakan kepada Johannes Rettob dan Silvi Herawaty. Dalam sidang itu, saksi Jeni Usmani dan Jania Basri Rante Dannu menyatakan Asian One Air selaku pengguna belum membayar biaya sewa pesawat dan helikopter Pemerintah Kabupaten Mimika itu.
Perkara itu terkait dengan pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 yang melibatkan Johannes Rettob selaku pejabat Pemerintah Kabupaten Mimika dan Silvi Herawaty selaku Direktur PT Asian One Air. Berkas perkara Johannes Rettob terdaftar dengan nomor perkara 9/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap.
Sedangkan berkas perkara Silvi Herawaty yang juga merupakan kakak ipar Johannes Rettob terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap. Kedua perkara diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang diketuai Thobias Benggian SH, dengan hakim anggota Linn Carol Hamadi SH dan Andi Matalatta SH.
Dalam sidang pada Selasa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Jeni Usmani sebagai saksi. Jeni Usmani merupakan Pejabat Sekretaris Daerah Kabupaten Mimika sejak Juli hingga September 2022.
Dalam persidangan, Jeni Usmani menyatakan pihak Asian One Air belum membayarkan biaya sewa pengeoperasian pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 kepada Pemerintah Kabupaten Mimika. Jeni menyatakan biaya sewa yang belum dibayarkan senilai Rp22 miliar.
Ia menyatakan nilai biaya sewa itu dihitung berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Papua. “Ada temuan BPK 2021 kurang lebih sebesar Rp22 Miliar belum dibayarkan. Sampai dengan [saya selesai menjabat] belum dibayarkan,” kata Jeni.
Jeni juga menyatakan pada Agustus 2022 ia menerima laporan Kepala Dinas Perhubungan Mimika yang menyatakan akan melakukan reekspor helikopter Airbush H-125. Jeni kemudian mendatangi Kepala Bea Cukai Jayapura, dan meminta agar helikopter itu tidak direekspor, karena helikopter milik Pemerintah Kabupaten Mimika itu dibeli dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Mimika 2015.
Akan tetapi, demikian menurut Jeni, Kepala Bea Cukai Jayapura menyatakan helikopter itu bukan milik Pemerintah Kabupaten Mimika, melainkan milik Airbus Malaysia yang disewakan kepada Asian One Air.
“Penjelasan dari Bea Cukai itu [didasarkan] adanya perjanjian kerja sama antara Airbus Malaysia dengan Asian One Air. Jadi, menurut Bea Cukai, dokumen [yang ada justru menunjukkan] bahwa helikopter Airbush H-125 [itu] milik Airbus Malaysia yang disewakan oleh Asian One untuk beroperasi di Mimika,” kata Jeni.
Jeni menjelaskan bahwa ia diberi saran dari Kepala Bea Cukai Jayapura untuk melaporkan masalah itu kepada aparat penegak hukum, karena hanya aparat penegak hukum yang bisa menahan helikopter itu agar tidak direekspor. Jeni menyatakan ia lantas melaporkan masalah itu kepada Bupati Mimika Eltinius Omaleng.
Omaleng kemudian melaporkan pihak Asian One Air kepada Kepolisian Daerah Papua atas dugaan penipuan. Meskipun telah dilaporkan kepada polisi, nyatanya helikopter Airbush H-125 tetap direekspor ke Vanimo. Setelah direekspor, helikopter Airbush H-125 itu kembali ke Mimika. Jeni menyatakan tidak mengetahui dasar pengembalian helikopter itu ke Mimika.
Jeni menyatakan setelah direekspor pihak Asian One Air hendak menyerahkan helikopter Airbush H-125 kembali kepada pihak Pemerintah Kabupaten Mimika. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Mimika harus membayar pajak senilai Rp24 Miliar untuk mendapatkan lagi helikopter itu. Padahal, ada ketentuan yang menyatakan pengadaan helikopter itu bisa bebas pajak jika digunakan untuk kepentingan umum.
“Saya tidak mau mengurus, karena helikopter itu dibeli pada 2015. Kalau memang ada aturan seperti [itu], kenapa tidak diurus sejak 2015? Kalau pajak nol persen kenapa tidak diurus sejak 2015,” kata Jeni dalam kesaksiannya.
Jeni menyatakan Pemerintah Kabupaten Mimika kemudian tidak menerima helikopter itu, lantaran tidak ada anggaran untuk membayar pajak. Ia juga menyatakan selama ini helikopter itu tidak dipergunakan untuk kepentingan umum di Mimika.
“Helikopter bukan untuk kepentingan umum. Saya menyurat ke Dinas Perhubungan untuk mengantar guru, paramedis, tetapi tidak dilayani. Kami akhirnya pakai Susi Air dan helikopter maskapai lainnya,” kata Jeni.
Jaksa Penuntut Umum juga menghadirkan Jania Basri Rante Dannu yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika pada Juli 2020 hingga Juni 2022. Jania dihadirkan sebagai saksi menjelaskan proses pengadaan, kerja sama pengoperasian pesawat dan helikopter oleh PT Asian One Air.
Jani menyatakan kerja sama pengoperasian pesawat berakhir pada Maret 2021, dan pengoperasian helikopter berakhir pada November 2021. Jania menyatakan ia mengirimkan surat untuk penarikan helikopter agar dikembalikan PT Asian One Air kepada Pemerintah Kabupaten Mimika.
Akan tetapi, demikian menurut Jania, Direktur Asian One Air justru menyatakan pihaknya tidak bisa mengembalikan helikopter itu kepada Pemerintah Kabupaten Mimika, karena helikopter itu harus direekspor. “Direktur Asian One [menyatakan] mereka belum bisa mengembalikan karena mereka diwajibkan mereekspor helikopter tersebut pada 31 Juli 2022, [saat] izin impor sementara berakhir,” kata Jania.
Jania menyatakan Pemerintah Kabupaten Mimika tidak memberikan perpanjangan masa kerja sama, karena pihak Asian One Air tidak membayar biaya sewa sesuai dengan perjanjian kerja sama mereka. Jania menyatakan pesawat dan helikopter adalah milik Pemerintah Kabupaten Mimika, sesuai dengan dokumen Bill of Sale yang ada.
Akan tetapi, ketika Jania menagih sewa kepada pihak Asian One Air, Direktur Asian One Air justru menyatakan tidak bisa membayar biaya sewa itu, lantaran Pemerintah Kabupaten Mimika tidak membayarkan biaya perawatan rutin pesawat dan helikopter.
“Saya menjelaskan pihak Asian One tetap harus membayar, karena itu tertuang dalam dokumen perjanjian kerja sama yang ditandatangani Direktur Asian One Silvi Herawaty dan Kepala Dinas Perhubungan Mimika [waktu itu]. Ada biaya asuransi dan suku cadang yang dibayarkan Pemerintah Kabupaten Mimika. Untuk Asuransi dibayarkan kepada Asian One,” ujar Jania.
Selaku saksi dalam perkara yang sama, Kepala Bea Cukai Kabupaten Mimika, Dzikri menyatakan pada Agustus 2022 pihaknya menimbun helikopter Airbush H-125 sesuai permintaan dari PT. Angkasa Mandiri yang dikirim oleh pihak Asian One untuk diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Mimika. Dzikri menyatakan pihaknya lalu melakukan penyegelan helikopter Airbush H-125, hingga Pemerintah Kabupaten Mimika membayar biaya pabean barang impor.
Dzikir menyatakan tarif pajak yang harus dibayar diantaranya untuk biaya masuk nol persen, Pajak Pertambahan Nilai sebesar 11 persen, Pajak Penghasilan sebesar 7,5 persen dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 50 persen dari harga transaksi pembelian helikopter tersebut.
“Kalau tidak diselesaikan dalam waktu 30 hari sejak penimbunan, maka dinyatakan barang tidak dikuasai, kemudian tidak diselesaikan dalam waktu 60 hari sejak ditetap sebagai barang dinyatakan tidak dikuasai maka akan di lelang,” kata Dzikir.
Hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Mimika tidak kunjung membayar biaya pajak pabean. Dzikir menyatakan helikopter sudah akan dilelang, hingga akhirnya disita penyidik kejaksaan.
Menanggapi keterangan para saksi itu, terdakwa Johannes Rettob menyatakan pesawat dan helikopter tersebut telah memberikan pemasukan sebesar Rp43 miliar bagi Pemerintah Kabupaten Mimika. Ia juga menyatakan bahwa pesawat dan helikopter itu selama ini melayani kepentingan masyarakat umum.
Hingga Selasa malam, sidang masih berlangsung. pemeriksaan saksi. Sidang hari ini dijadwalkan dilakukan pemeriksaan terhadap 13 saksi. (*)