Timika, Jubi – Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Anis Hidayah menyatakan Komnas HAM sepanjang 2020-2023 telah menerima 553 pengaduan terkait masalah ketenagakerjaan. Pengaduan itu disampaikan buruh di dalam negeri maupun pekerja migran Indonesia di luar negeri.
Anis menyatakan pada periode Januari – April 2023, pihaknya telah menerima 28 aduan terkait masalah ketenagakerjaan. Sementara ratusan lainnya diterima Komnas HAM pada tahun 2020 (177 aduan), 2021 (192 aduan), dan 2022 (170 aduan).
Mayoritas kasus yang diadukan adalah tidak dibayarkannya upah dan tunjangan (251 kasus), Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK sewenang-wenang (181 kasus), ketidakjelasan status pekerja (31 kasus). Komnas HAM juga menerima pengaduan masalah pemberangusan serikat pekerja (26 kasus), penurunan pangkat dan mutasi sewenang-wenang (17 kasus), larangan pembentukan serikat pekerja (9 kasus), dan lain-lain (38 kasus).
Anis menyatakan kasus PHK sewenang-wenang, gaji yang tidak dibayarkan, ketidakjelasan status pekerja, larangan pembentukan serikat pekerja, penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing yang tidak sesuai ketentuan, maupun kriminalisasi serikat pekerja masih kerap terjadi. Akan tetapi, upaya penegakan hukum atas berbagai kasus itu terhenti di tingkat kepolisian.
Kondisi itu kontras dibandingkan semakin banyaknya perlakukan khusus yang diberikan pemerintah kepada tenaga kerja asing di Indonesia. “Ada perlakuan khusus terhadap tenaga kerja asing yang sekarang sengaja diberikan kemudahan dalam perekrutan untuk level direksi, komisaris dan lain-lain,” kata Anis dalam keterangan pers tertulisnya pada Senin (1/5/2023).
Anis juga menyatakan sepanjang 2020-2023 sekira 1.200 buruh migran menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Perdagangan orang itu menggunakan modus penipuan di beberapa negara di Asia Tenggara.
Selain itu, banyak pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga rentan menghadapi situasi kerja yang tidak layak. Pemenuhan hak cuti haid serta melahirkan juga masih menjadi masalah di berbagai perusahaan. Begitu pula dengan keikutsertaan pekerja perempuan dalam serikat pekerja.
Anis juga menyatakan berdasarkan hasil kajian Komnas HAM keberadaan UU Cipta kerja yang kini menjadi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja memiliki dampak dalam mendorong kehidupan yang layak bagi pekerja, pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak dan hak asasi manusia bagi pekerja. Namun, dalam konteks disabilitas terkait kuota 2% tenaga kerja disabilitas di sektor BUMN masih terdapat penolakan dan penempatan yang tidak semestinya.
Anis menyatakan sementara untuk kuota 1% di sektor swasta juga kurang optimal berjalan. Padahal angka tenaga kerja disabilitas mencapai 7,04 juta jiwa.
Komnas HAM merekomendasikan Kementerian Ketenagakerjaan RI dan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan standar HAM. Standar itu mencakup penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM atas pekerjaan yang layak untuk menjamin kehidupan yang lebih manusiawi.
Komnas HAM juga merekomendasikan agar pemerintah memastikan iklim usaha dan lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat bagi pekerja. Pemerintah harus memaksimalkan penyerapan tenaga kerja dan pembukaan lapangan kerja baru sebagai upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Pemerintah juga diminta memitigasi risiko dan dampak diberlakukannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Korporasi diminta menerapkan prinsip Business and Human Rights atas tanggung jawab untuk menghormati (Responsibility to Respect) HAM pekerja. Komnas HAM juga merekomendasikan pemerintah dan korporasi mengimplementasikan kuota 2% dan 1% bagi tenaga kerja disabilitas.
Badan Usaha Milik Negara dan korporasi diminta membangun mekanisme reward and punishment bagi pekerjanya. Komnas HAM juga mendorong pemerintah menjamin hak atas kebebasan berserikat bagi pekerja dan pekerja migran, dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pengurus dan anggota serikat pekerja. Komnas HAM juga mendorong pengesahan RUU Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT. (*)