Jayapura, Jubi – Kelompok Kerja Adat Otonomi Khusus atau Pokja Adat Otsus DPR Papua pada Senin (10/7/2023) memfasilitasi pertemuan antar pimpinan masyarakat adat Meepago, para tokoh pemuda Meepago, dan panitia “Papua Street Carnival”. Pertemuan itu digelar untuk membahas penyelenggaraan “Papua Street Carnival” di Kota Jayapura, Papua, pada Jumat (7/7/2023) lalu, yang dinilai telah melecehkan masyarakat adat Meepago dan Lapago karena mempergunakan koteka secara sembarangan.
Pertemuan itu berlangsung Kantor DPR Papua, Kota Jayapura, Senin, (10/7/2023). Pertemuan itu dihadiri sejumlah anggota DPR Papua seperti John NR Gobai, Yonas Nusy, dan Yohanis Ronsumbre. Ada pula Kepala Suku Mee Rubertus Mote, tokoh pemuda Meepago Agus Tapani. Dalam pertemuan itu, pihak Papua Youth Creative Hub (PYCH) diwakili Simon Tabuni, Ali Kabiay, Ester Maitindom, dan Yeri Hamadi.
Ketua Pokja Adat Otsus, John NR Gobai mengatakan dalam pertemuan itu wakil PYCH telah menjelaskan bahwa penggunaan koteka dalam “Papua Street Carnival” yang dihadiri Presiden Joko Widodo pada Jumat (7/7/2023) lalu tidak bermaksud melecehkan atau melukai masyarakat adat Meepago dan Lapago. Menurut Gobai, para tokoh masyarakat adat Meepago juga telah memberikan maaf kepada para panitia “Papua Street Carnival”.
“Jadi pimpinan dan tetua adat telah memberikan maaf dan menekankan agar ke depan even serupa melibatkan pemuda, komunitas adat, maupun lembaga adat dari ketujuh wilayah adat di Tanah Papua. Torang semua anak Papua, baku minta maaf dan berdamai, terbuka ke media. Biar Papua jadi banyak provinsi, tapi kita nyatakan kita Papua, satu,” kata Gobai dalam keterangan pers tertulis yang diterima Jubi pada Senin.
Menurut Gobai, orang Papua sangat terbuka dalam menyelesaikan persoalan. “Karena dalam kebiasaan orang Papua itu kalau orang bikin soal, dan datang mau bicara, kami harus terima. Bicara, baku nasehat utuk ke depan, dan baku minta maaf,” kata Gobai.
Sebelumnya, salah satu tokoh masyarakat adat Lapago Paskalis Kossay mengkritik penggunaan busana koteka dalam “Papua Street Carnival” yang dihadiri Presiden Jokowi. Dalam siaran pers yang diterima Jubi pada Sabtu (8/7/2023), Kossay menyatakan peragaan penggunaan koteka sebagai busana tradisional masyarakat adat Meepago dan Lapago dilakukan secara serampangan, dan malah menjadi bahan tertawaan para penonton karnaval itu, termasuk Presiden Jokowi.
Menurut Kossay, penggunaan busana koteka yang dilakukan peragawan tidak sesuai dengan tradisi masyarakat adat Lapago dan Meepago. Pemuda yang diminta untuk memperagakan busana tradisional koteka itu seluruh tubuhnya dipoles dengan arang hitam pekat, kemudian memakai koteka yang ditancapkan dalam celana. Di depan Presiden Jokowi, peragawan itu berjalan berlenggak-lenggok sambil memegangi koteka yang dipakainya, sehingga ditertawakan penonton.
“Peristiwa itu membuat bahan tertawaan bagi semua yang menghadiri dalam even tersebut, termasuk Presiden Jokowi. Kejadian itu merupakan suatu pelecehan terhadap nilai budaya yang dimiliki masyarakat adat Lapago dan Meepago. Sebab, dari zaman moyang sampai dengan hari ini, masyarakat adat Lapago dan Meepago tidak pernah memakai busana adat [koteka dengan cara] seperti yang diperagakan para peragawan itu,” ujar Kossay.
Kossay menyatakan masyarakat Lapago dan Meepago kecewa dengan peragaan cara pemakaian koteka yang di luar konteks nilai budaya yang dipahami masyarakat adat. Cara pemakaian yang serampangan itu dinilainya sengaja mengkhianati nilai budaya masyarakat adat.
“Harus ada yang bertanggung jawab mengklarifikasi perbuatan pelecehan itu. Sebab perbuatan itu tidak memberikan nilai edukasi yang tepat kepada publik. Sebaliknya, [peragaan itu] sengaja merusak nilai-nilai kesakralan tradisi dan adat istiadat suatu suku dan bangsa,” katanya.
Kossay juga menilai “Papua Street Carnival” diselenggarakan secara asal-asalan. “Even itu bukannya mendatangkan minat pariwisata, bisnis, [dan] ekonomi, karena dikemas asal-asalan dengan menabrak etika dan tata krama pemakaian koteka. Hal itu sangat memprihatinkan bagi kita, khususnya bagi pemilik busana adat koteka. Harga diri dan martabat kita diinjak-injak oleh sekelompok orang yang merancang even kontroversial itu,” katanya.
Kossay menuntut adanya pertanggungjawaban atas penggunaan koteka secara serampangan dalam “Papua Street Carnival” itu. “Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreaktif maupun Kepala Badan Intelijen Nasional untuk bertanggung jawab memulihkan nama baik martabat serta harga diri masyarakat adat koteka Lapago dan Meepago dalam bentuk klarifikasi resmi dan permintaan maaf,” kata Kossay. (*)