Wamena, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum Papua mendesak Presiden Indonesia untuk dapat memerintahkan Panglima TNI agar segera melakukan proses hukum terhadap oknum anggota TNI, pelaku penyiksaan terhadap anak di Kabupaten Yahukimo dan warga di Kabupaten Puncak.
Berdasarkan fakta dalam bulan Februari- Maret 2024 di wilayah Papua yang dipantau LBH Papua, tercatat ada dua kasus penyiksaan yang terjadi di 2 dua tempat dan waktu yang berbeda, serta dengan melibatkan pelaku yang berbeda pula.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay dalam siaran persnya yang diterima Jubi, Minggu (24/3/2024) mengatakan peristiwa pertama terjadi di Kabupaten Yahukimo terjadi saat penangkapan MH (15 tahun) dan BGE (15 tahun), dua pelajar yang ditangkap di Kali Brasa Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan 22 Februari 2022.
Dua remaja di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan itu ditangkap aparat TNI/Polri, Kamis (22/2/2024) tak lama setelah aparat menembak mati seorang milisi pro-kemerdekaan.
“Kejadian itu adalah rentetan dari penembakan pesawat Wings Air oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB, 17 Februari 2024. Foto-foto penangkapan dua remaja di Yahukimo itu beredar luas. Dalam sebuah foto dua remaja laki-laki berusia 15 tahun itu berada dalam posisi menelungkup, sementara tangan mereka diikat ke belakang,” kata Gobay.
Dari berbagai foto yang beredar terdapat tiga tentara berseragam, namun status dua remaja yang ditangkap tersebut dinyatakan tidak memiliki hubungan dengan milisi pro-kemerdekaan.
Peristiwa kedua terjadi di Kabupaten Puncak, sebagaimana terlihat dalam video viral yang menunjukan fakta adanya penyiksaan kepada seseorang dalam sebuah drum dimana yang melakukan tindakan kekerasan salah satunya mengunakan baju berlambang Satgas Yonif Raider 300 Brawijaya.
Menurutnya, dalam kasus pertama di Kabupaten Yahukimo ditemukan fakta pelanggaran ketentuan penangkapan terhadap anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya sebagaimana diatur pada pasal 30 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
“Atas dasar itu, melalui adanya fakta tindakan penyiksaan dalam penangkapan maka jelas-jelas melanggar ketentuan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan melalui pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya sebagaimana diatur pada Pasal 64 huruf e, Undang Undang 35/2014 tentang perubahan atas Undang-Undang 23/2002 tentang perlindungan anak,” kata Gobay.
Dalam kasus kedua di Kabupaten Puncak, kata Gobay, ditemukan fakta pelanggaran ketentuan Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang sebagaimana diatur pada pasal 34, Undang Undang 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan adanya fakta penyiksaan dalam penangkapan maka jelas-jelas melanggar ketentuan setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya, katanya.
Dengan begitu LBH Papua meminta Presiden Republik Indonesia selaku pemegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10, UUD 1945) segera perintahkan Panglima TNI segera proses hukum oknum TNI pelaku penyiksaan terhadap anak di Kabupaten Yahukimo dan terhadap warga di Kabupaten Puncak.
“Panglima TNI segera proses hukum oknum TNI pelaku dugaan tindak pidana terhadap anak sesuai pasal 76C, Undang-undang 35/2014 di Yahukimo dan oknum TNI pelaku dugaan tindak pidana pengeroyokan sesuai pasal 170 ayat (2) KUHP dan dugaan tindak pidana penyalahgunaan senjata tajam sesuai Pasal 2 ayat (1), Undang-undang darurat 12/1951 di Kabupaten Puncak sesuai perintah Pasal 65 ayat (2), Undang-undang 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” kata Gobay.
Ia juga berharap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia segera mengevaluasi seluruh kebijakan operasi pertahanan keamanan diseluruh Papua yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia segera membentuk tim penelaahan dan diterjunkan ke Kabupaten Yahukimo untuk melakukan penelahan mengenai pelanggaran hak anak sesuai perintah Pasal 76 huruf e, Undang-undang 35/2014.
Ketua Komnas HAM segera membentuk tim investigasi diterjunkan ke Kabupaten Puncak untuk melakukan penyelidikan, serta Ketua LPSK segera berikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam kasus Dugaan tindak pidana terhadap anak sesuai Pasal 76C, Undang-undang 35/2014 di Yahukimo dan dugaan tindak pidana pengeroyokan sesuai Pasal 170 ayat (2) KUHP dan dugaan tindak pidana penyalahgunaan senjata tajam sesuai Pasal 2 ayat (1), Undang-undang darurat 12/1951 di Kabupaten Puncak sesuai perintah Pasal 12, Undang-undang 13/2006. (*)
Discussion about this post