Nabire, Jubi – Mahasiswa asal Kabupaten Puncak yang tengah berkuliah di Kabupaten Nabire mengkritik Pemerintah Kabupaten Puncak dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kabupaten Puncak yang jarang bersuara menyoroti pelanggaran Hak Asasi Manusia. Mereka menilai Pemerintah Kabupaten Puncak maupun DPRD Puncak mengabaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia maupun krisis kemanusiaan yang ditimbulkan konflik bersenjata di Puncak, Provinsi Papua Tengah.
Mahasiswa asal Puncak yang juga Ketua Tim Investigasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Distrik Magebume, Yugumowak, dan Sinak bentukan mahasiswa, Mis Murib menyatakan Pemerintah Kabupaten Puncak dan DPRD Puncak seharusnya memiliki keprihatinan atas kasus pelanggaran HAM di Puncak.
“Persoalan infrastruktur, politik dan lain-lain boleh saja diabaikan oleh pemerintah. Namun kejahatan kemanusiaan merupakan problem yang sangat fundamental untuk diperhatikan serta diselesaikan secara hukum. [Kejahatan kemanusiaan] tidak bisa dengan cara-cara tradisional yang tidak memberikan efek jera bagi para pelaku,” kata Murib melalui panggilan telepon pada Rabu (5/4/2023).
Murib mengatakan Pemerintah Kabupaten Puncak tidak boleh berdalil bahwa wilayahnya daerah konflik, daerah rawan, dan alasan lain yang kerap disampaikan kepada publik untuk mendapatkan permakluman atas kurangnya penanganan atas dampak konflik bersenjata dan pelanggaran HAM. “Kami mahasiswa menganggap bahwa narasi yang sering dipublikasi adalah tong kosong ketidakmampuan serta kemalasan [pemerintah daerah] dalam penanganan berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Kabupaten Puncak,” katanya.
Murib meminta agar Pemerintah Kabupaten Puncak dan DPRD Puncak harus memberikan anggaran dan membentuk Panitia Khusus untuk menangani kasus penembakan di Distrik Yugumowak. “Pemerintah harus melindungi, menyuarakan, serta mencegah kejahatan kemanusiaan di Kabupaten Puncak,” katanya.
Murib mengatakan pihaknya telah mengajukan proposal tim investigasi kepada Bupati Puncak dan DPRD Puncak. “Aspirasi demi aspirasi, tim ke tim yang dibentuk oleh mahasiswa guna membantu pemerintah dalam penyelesaian masalah kemanusiaan [dan pelanggaran] HAM tidak pernah didukung dan difasilitasi. DPRD dan pemerintah harus buka mata lebar-lebar serta mendukung dan memfasilitasi tim yang sedang bergerak,” katanya.
Murib mengatakan para mahasiswa berinisiatif membentuk tim investigasi HAM untuk menyelesaikan kasus penembakan dan mutilasi di Yugumowak, serta dugaan pelanggaran HAM di Distrik Magebume dan Sinak. Menurut Murib, tim itu telah mengambil data lapangan, mendata jumlah warga sipil yang mengungsi, serta memantau situasi HAM maupun keberadaan pasukan TNI/Polri di Puncak.
Murib mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) maupun Kepolisian Daerah Papua bertanggung jawab dan menangani kasus penembakan serta mutilasi di Puncak. “Kami tim investigasi akan terus bersuara hingga Komnas HAM turun tangan,” kata Murib.
Menurutnya, mahasiswa Puncak telah menyampaikan aspirasi mereka terkait dugaan pelanggaran HAM di Puncak melalui keterangan pers kepada publik, bersuara di media sosial, dan menemui Bupati Puncak maupun Ketua DPRD Puncak dalam sidang paripurna DPRD Puncak di Timika. “Sebab kami sebagai mahasiswa, intelektual, serta pemimpin tidak bisa membiarkan rakyat menderita di atas penderitaan represifitas TNI/Polri yang berunjung korban [dari kalangan] masyarakat sipil serta pelajar. Semakin kita membiarkan kasus pelanggaran HAM, semakin tumbuh juga kejahatan,” katanya.
Murib mengatakan Negara harus melindungi masyarakat, dan HAM merupakan hak yang melekat kepada setiap insan. [HAM] harus dilindungi dan dirawat, terutama tugas Polri memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan, serta melindungi keutuhan Negara,” katanya. (*)