Jayapura, Jubi – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (4/4/2023) menyatakan JM terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual terhadap MR pada 2020. JM dihukum pidana penjara 8 bulan, sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Akan tetapi, kuasa hukum korban MR mengkritik hukuman itu jauh lebih ringan dari ancaman hukuman maksimal berupa pidana penjara 9 tahun.
Perkara itu diperiksa dan diadili hakim yang diketuai Zaka Talapatty SH MH bersama hakim anggota Donald Everly Malubaya SH dan Wempy William James Duka SH MH.
Dalam putusan itu, majelis hakim menyatakan JM terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual berupa perbuatan cabul terhadap MR. Majelis menyatakan perbuatan JM telah melanggar Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul yang diancam hukuman maksimal pidana penjara 9 tahun.
Majelis menyatakan perbuatan kekerasan seksual JM menimbulkan ketakutan dan trauma pada MR. Atas perbuatan itu, JM kemudian dijatuhi hukuman 8 bulan penjara dikurangi masa tahanannya. “Memerintahkan JM tetap ditahan di rumah tahanan [Lembaga Pemasyarakatan Abepura],” demikian bunyi putusan itu.
Usai persidangan korban MR menangis. Ia melakukan protes kepada Jaksa Penuntut Umum, Rosma Yunita Paiki yang menangani kasus kekerasan seksual itu. Menurut MR vonis 8 bulan penjara itu tidak mencerminkan keadilan bagi dirinya sebagai korban.
“Coba ibu berada di posisi saya. Saya merasa jaksa dan hakim tidak berada di pihak saya,” kata MR memprotes jaksa.
Jaksa Penuntut Umum, Rosma Yunita Paiki menyatakan tidak bisa melakukan banding lantaran putusan telah sesuai dengan tuntutan. Pada 21 Maret 2023, Rosma Yunita Paiki menuntut terdakwa JM dihukum pindana penjara 8 bulan. Ia menyatakan dari awal telah melakukan tuntutan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan.
Kuasa Hukum MR, Helmi SH menyatakan putusan itu tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban, karena jauh lebih ringan dari ancaman hukuman maksimal kejahatan itu, yaitu pidana penjara 9 tahun. Ia menyatakan dalam proses persidangan pelaku JM mengakui perbuatannya, dan hal itu juga diperkuat oleh keterangan saksi-saksi lainnya.
“Itu sejalan juga dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya yang menyebutkan unsur-unsur pasal yang termuat dalam dakwaan terbukti,” kata Helmi kepada Jubi.
Helmi menyatakan akan menindaklanjuti putusan kasus kekerasan seksual itu. Ia menyatakan bersama LBH Apik dan pengacara perempuan di Papua akan menyurati ke Komisi Pengawas Kejaksaan dan Komisi Yudisial. (*)