Jayapura, Jubi – Pembina Sanggar Seni Yelmasu Merauke, Daud Hollinger menyatakan tarian tradisional Papua harus terus dikreasi dengan mengikuti perkembangan zaman, agar bisa memikat masyarakat terutama kalangan muda Papua. Hal itu disampaikan Hollinger sebagai pembicara dalam diskusi “Tarian Papua: Hanya di Panggung dan Festival” yang diselenggarakan Katolikana TV secara daring pada Senin (29/8/2022).
Hollinger menyatakan kebanyakan tari tradisional Papua masih bersifat murni tradisional, dan ditampilkan dalam pesta adat. Akan tetapi, ia menyatakan pengembangan seni tari harus menyesuaikan dengan kemajuan seni. Berbagai tari tradisional Papua dapat dikembangkan menjadi tari kreasi baru, dengan tetap mempertahankan karakteristik lokal Papua, baik dari lagu, gerakan, maupun permainan musik ataupun alat musiknya.
Menurut Hollinger, tarian khas Papua harus dikemas hingga memenuhi kaidah seni pertunjukan yang tidak dibatasi dengan pakem tradisional yang mengikat. Akan tetapi, pengemasan ulang itu harus mempertahankan karakteristik tari tradisional itu.
Menurutnya, Sanggar Yelmasu Merauke terus mencoba mengeksplorasi, mengangkat, dan memodifikasi kebiasaan dalam masyarakat adat Marind yang terkait tradisi dan upacara dalam tarian. “Kami mencoba mengemas tarian dalam sebuah paket acara menyambut [tamu] dengan mengangkat lagu-lagu dan tari khas suku Marind, meskipun [tarian] sudah dikolaborasikan dengan kegiatan selain upacara adat. Untuk memenuhi sebuah penampilan yang berkembang sesuai dengan dinamika tari atau seni maju, mau tidak mau kita harus memodifikasi,” katanya.
Hollinger menyatakan butuh upaya yang lebih agar tari tradisional tetap bertahan di tengah perkembangan seni modern. Sanggar Yelmasu melakukan upaya itu dengan mengajarkan lagu-lagu daerah dan seni tari kepada pelajar, mahasiswa, maupun pegawai.
“Kami di Sanggar Yelmasu, baik itu musisi [ataupun] penari, hampir setiap minggu berkumpul. [Selama] kurang lebih 15 tahun, kami berkecimpung dalam kegiatan berkesenian. Kami terus menggali lagu-lagu bahasa Marind, kami ajarkan tidak hanya kepada anak-anak sanggar, tetapi pelajar, mahasiswa, pegawai,” ujarnya.
Koordinator Program Studi Seni Tari Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI Tanah Papua, Muhamad Ilham M Murda menyatakan bahwa seni tradisional harus fleksibel guna mengikuti perkembangan zaman. “Seiring perkembangan, kita tidak bisa membendung perkembangan informasi teknologi. Kita tidak bisa bilang ‘kamu salah’, ‘kamu tidak bisa belajar seni modern, musik barat, atau tarian barat’ karena [perkembangan] itu akan terus berjalan,” katanya.
Ilham menyatakan melalui perkembangan teknologi itu justru bisa membantu mempromosikan tarian khas Papua hingga ke dunia internasional. Akan tetapi, kreasi baru atas sebuah tari tradisional sebaiknya tetap memperhatikan batasan, dengan tidak mengubah pakem tarian yang sakral.
“Saya ikut lomba di Jepang 2009 itu saya tidak merta melakukan teknik modern hip hop. Malahan, saya menggabungkan gerak seni tradisi Nusantara menjadi sebuah koreografi modern. Tapi saya selalu berpatokan bahwa tarian bersifat sakral atau nyanyian saya tidak boleh ganggu [atau saya ambil menjadi tari kreasi baru], karena bukan punya saya. Saya mengembangkan itu yang sifatnya umum” ujarnya. (*)