Jayapura, Jubi – Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura pada Kamis (13/7/2023) kembali menggelar sidang kasus gugatan masyarakat adat Suku Awyu atas izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua. Dalam sidang itu, tergugat DPMPTSP mengajukan 29 alat bukti surat, dan PT Indo Asiana Lestari sebagai tergugat intervensi II mengajukan 36 alat bukti surat.
Perkara Tata Usaha Negara (TUN) yang diajukan masyarakat adat Suku Awyu itu terkait dengan izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan DPMPTSP Papua untuk perusahan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL). Izin itu mencakup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 36.096,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan. Suku Awyu selaku penggugat menyatakan izin itu diterbitkan tanpa sepengetahuan masyarakat adat Suku Awyu.
Gugatan TUN atas izin kelayakan lingkungan perkebunan kelapa sawit itu terdaftar di PTUN Jayapura dengan nomor perkara 6/G/LH/2023/PTUN.JPR. Perkara ini diperiksa dan diadili majelis hakim yang dipimpin Merna Cinthia SH MH bersama hakim anggota Yusuf Klemen SH dan Donny Poja SH.
Dalam sidang Kamis, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua dan PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL mengajukan 65 alat bukti surat. Puluhan alat bukti surat itu diperiksa majelis hakim mulai pukul 13.33 siang sampai pukul 14.10 siang.
Sejumlah 29 bukti dokumen yang diajukan tergugat DPMPTSP Papua terdiri dari Surat Keputusan Bupati Kabupaten Digoel tentang izin lokasi perkebunan sawit, dokumen acara konsultasi publik analisis mengenai dampak lingkungan, keputusan ketua komisi penilai Amdal tentang persetujuan kerangka acuan rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan kelapa sawit.
Adapun dokumen lain yang diajukan adalah rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit, dokumen rekomendasi Kepala DPMPTSP Papua tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit, peraturan Gubernur tentang pendelegasian kewenangan di Bidang Perizinan dan non perizinan Badan Perizinan Terpadu dan penanaman Modal Provinsi Papua serta surat-surat lainnya.
Selaku Tergugat Intervensi II, PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL mengajukan 39 alat bukti surat. Diantaranya, dokumen pernyataan pencabutan areal IUP atas nama Perusahaan Menara Group yang membatalkan dukungan masyarakat adat kepada PT. Energy Samudera Kencana seluas 39.140 hektar dan memberikan lahan untuk dikelola PT. Indo Asiana Lestari, dokumen pencabutan izin usaha perkebunan PT. Energy Samudera Kencana, Surat Keputusan Bupati Kabupaten Digoel tentang izin lokasi perkebunan sawit seluas 39.190 hektar kepada Surat Keputusan Bupati Kabupaten Digoel tentang izin lokasi perkebunan sawit kepada PT. Indo Asiana Lestari.
Dokumen lain yang diajukan PT. Indo Asiana Lestari yaitu dokumen rekomendasi RTRW, surat keputusan kepala DPMPTSP Papua tentang izin usaha, dokumen konsultasi publik, keputusan ketua komisi penilai Amdal tentang persetujuan kerangka acuan rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan kelapa sawit.
Adapun dokumen kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan kelapa sawit, surat persetujuan teknis pemanfaatan limbah yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, surat pernyataan bersama pemilik hak ulayat lahan perkebunan yang dikelola PT. Indo Asiana Lestari dan dokumen-dokumen lainnya.
Usai memeriksa dokumen DPMPTSP Papua dan PT IAL, majelis hakim memberikan kesempatan kepada masyarakat adat Suku Awyu selaku penggugat dan para tergugat untuk mengajukan alat bukti tambahan, serta menyiapkan saksi fakta dan saksi ahli. Hakim ketua Merna Cinthia kemudian menunda sidang hingga 20 Juli 2023. (*)