Jayapura, Jubi – Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Jayapura, Mukry M Hamadi mengatakan Peraturan Daerah atau Perda Penyelenggaraan Otonomi Khusus atau Otsus diharapkan dapat memaksimalkan manfaat otsus bagi orang asli Port Numbay dan Orang Asli Papua.
Hal itu disampaikan Hamadi di sela Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) Rancangan Perda Penyelenggaran Otonomi Khusus yang berlangsung di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Rabu (18/10/2023). “Perda itu penting untuk memberikan kepastian terkait pelaksanaan dan kewenangan [Otsus] yang diberikan kepada [pemerintah] kabupaten/kota,” ujarnya.
FGD yang digelar untuk menyerap aspirasi berbagai pemangku kepentingan penyelenggaraan Otonomi Khusus Papua itu melibatkan anggota DPRD Kota Jayapura, tokoh agama, serta para akademisi dari Universitas Cendrawasih, Universitas Muhammadiyah Papua, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua.
FGD itu juga melibatkan masyarakat sipil serta lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP), Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Tim Jaringan pembela HAM perempuan Papua (TiKi), Jaringan Kerja Rakyat Papua (Jerat Papua), Sekretariat Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan atau KPKC Sinode GKI di Tanah Papua, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua, dan Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham Papua).
Hamadi mengatakan penyelenggaran wewenang khusus yang oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota harus diatur melalui perda. Pasalnya, UU Otsus Papua Baru maupun sejumlah peraturan pemerintah turunannya lebih banyak mengatur masalah proporsi Dana Otonomi Khusus Papua.
Hamadi menjelaskan Perda Penyelenggaran Otsus akan merinci berbagai hal teknis terkait penyelenggaran kewenangan khusus oleh Pemerintah Kota Jayapura. “[Misalnya] berapa kewenangan seperti urusan pemerataan pembangunan, yang mana kewenangan itu harus diatur lebih teknis sehingga sesuai dengan karakteristik kita di Kota Jayapura,” katanya.
Hamadi mengatakan dengan adanya Raperda Penyelenggaraan Otonomi Khusus di Kota Jayapura, maka Pemerintah Kota Jayapura, masyarakat asli Papua, maupun publik Kota Jayapura dapat memastikan penyelenggaraan Otsus berjalan sesuai sasarannya. Menurutnya, raperda itu diharapkan akan disahkan pada akhir Oktober 2023, sehingga bisa segera diberlakukan.
“Rencana awal dibuat tahun lalu, tetapi [tertunda] karena Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua 2022-2041 belum keluar. Rencana Induk [itu] menjadi dasar pijakan kami dalam penyusunan perda otsus tersebut,” ujarnya. (*)